Diatur dalam Peraturan Presiden, Minyak Goreng Tak Masuk Kelompok Sembako
RIAUMANDIRI.CO - Ternyata pemerintah menetapkan minyak goreng (migor) bukan termasuk dalam kelompok sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) yang dibutukan sehari-hari oleh masyarakat.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional per tanggal 29 Juni 2021. Dengan Kepres itu, minyak goreng tidak termasuk dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Badan Pangan Nasional (Bapanas).
"Mungkin ada pertanyaan ke mana minyak goreng? Minyak goreng itu tidak masuk ke dalam tupoksi Badan Pangan Nasional," tegas Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ramadan 2022 dan Kesiapan Bahan Pokok" di Media Center DPR, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Berdasarkan Perpres Nomor 66 Tahun 2021, sembilan bahan pokok yang diurus Badan Pangan Nasional adalah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia (sapi/kerbau), daging unggas (ayam) dan cabai.
"Jadi, yang masuk tupoksi Badan Pangan Nasional hanya sembilan bahan pokok penting, yaitu beras jagung kedelai, gula konsumsi, daging ayam kemudian daging sapi, kerbau, cabe, bawang merah bawang putih dan telur ayam. Itulah yang diamanatkan Perpres No. 66/2021," jelas Sarwo Edhy.
Anggota Komisi IV DPR RI Ibnu Multazam menilai pengelolaan minyak goreng perlu dimasukkan ke dalam tupoksi Bapanas dengan merevisi Perpres yang mengatur hal tersebut.
"Minyak goreng itu kan bagian dari bahan pokok seperti beras, jagung, kedelai, dan lainnya," kata Ibnu pada kesempatan yang sama.
Dia menilai persoalan minyak goreng yang terjadi saat ini lantaran minyak goreng di Indonesia dari hulu hingga hilir dikelola adalah pihak swasta.
Untuk itu, dia menyarakan pemerintah membuat pabrik minyak goreng sendiri dengan menunjuk salah satu BUMN, seperti ID Food. Dengan adanya perusahaan minyak goreng di BUMN ini pemerintah akan dapat lebih mengontrol permasalahan minyak goreng.
“Kalau ada perusahaan BUMN yang memproduksi minyak, itu kan nantinya dapat menjadi buffer stock bagi pemerintah. Misalnya kalau sedang dalam menjelang langka, itu kan bisa perusahaan BUMN ini dalam hal ini pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksinya,” jelas Ibnu.