Gubri akan Tunjuk 2 Penjabat Kepala Daerah, Tiga Nama Mencuat
RIAUMANDIRI.CO - Sebelum pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang baru akan digelar pada 2024, di tahun ini, terdapat 101 kepala daerah akan mengakhiri masa jabatannya, sehingga memungkinkan terjadinya kekosongan jabatan.
Untuk mengisi kekosongan tersebut, pemerintah akan mengacu pada Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup, serta wali Kota/Wawako yang akhir masa jabatannya tahun 2022 tersebut, diangkat Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup, serta Wako/Wawako melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan beberapa waktu lalu.
Merujuk pada Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal 201 Ayat (9) menyebutkan, para penjabat gubernur, bupati, dan wali kota bertugas hingga terpilihnya kepala daerah definitif melalui pemilihan serentak pada 2024.
Kemudian, Ayat 10 menyatakan, bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur.
Berikutnya, Ayat 11 menyatakan, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota.
Diketahui, ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir di 2022 ini. Terdiri dari 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota.
Dari jumlah itu, di Provinsi Riau terdapat dua kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya tahun ini, yakni masa jabatan Wali Kota Pekanbaru, dan Bupati Kampar.
Hal itu dibenarkan Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Riau, Muhammad Firdaus. Dijelaskannya, Akhir Masa Jabatan (AMJ) Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto, dan Wali Kota Pekanbaru Firdaus berakhir pada tahun ini, tepatnya 21 Mei, sesuai dengan tanggal pelantikan dua kepala daerah tersebut. Artinya, masa jabatan keduanya hanya tersisa kurang lebih 4 bulan.
Firdaus mengatakan, agar tidak terjadi kekosongan pucuk pimpinan di dua daerah tersebut sampai terpilih kepala daerah hasil pilkada serentak, maka Gubernur Riau akan menunjuk seorang pejabat sebagai penjabat (Pj) wali kota/bupati.
"Untuk Pj, sesuai aturan itu akan diisi oleh pejabat tinggi pratama (PTP) yang ada di Pemprov Riau. Usulan Pj ini kewenangan Gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah,” ujarnya seperti dilansir TribunPekanbaru dikutip pada Ahad (16/1).
“Biasanya di SK Pj itu lebih spesifik, tertera masa jabatan Pj itu berakhir setelah dilantik kepala daerah definitif hasil Pilkada serentak 2024," imbuhnya.
Sejumlah Nama Mencuat
Sementara itu, jelang AMJ Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru, sejumlah nama pejabat di lingkungan Pemprov Riau mencuat dan ramai diperbincangkan.
Nama-nama tersebut diprediksi akan menjabat Pj wali kota/bupati dua daerah yang disebutkan di atas. Mereka dinilai memiliki kedekatan dengan Gubernur Syamsuar hingga dinilai paling senior di antara pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemprov Riau.
Mereka di antaranya adalah Masrul Kasmy yang kini menjabat Asisten I Setdaprov Riau, dam Muflihun yang kini menjabat Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau.
Menanggapi namanya disebut-sebut, Masrul Kasmy kepada riaumandiri.co mengatakan bahwa dirinya dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada gubernur, dan memahami jika banyak yang menilai dirinya akan ditunjuk untuk menjabat Pj kepala daerah.
"Mungkin saja dalam menjalani karir sebelumnya, orang menafsirkan begitu, karena saya pernah sebagai wakil bupati, dan Pjs Bupati Rokan Hulu. Intinya, memang kewenangan dan rekomendasi gubernur," ujar Masrul Kasmy singkat, Ahad malam.
Sedangkan dari sisi senioritas PTP di lingkungan Pemprov Riau, ada nama Raja Yoserizal Zein yang kini menjabat Kadis Kebudayaan Riau. Raja Yose yang dari tahun 1966 di Kota Pekanbaru dinilai memahami permasalahan Kota Madani yang kompleks.
Selain itu, Raja Yose juga Ketua MKA LAM Riau yang berhubungan langsung dengan kebudayaan. Ini dinilai mendukung visi gubernur dalam bidang kebudayaan. Di mana Kota Pekanbaru tidak hanya mengedepankan pembangunan bidang ekonomi dan infrastruktur, tapi juga sebagai pusat kebudayaan dan simbol-simbol sejarah Ibu Kota Riau.
Selain itu, Raja Yose juga pernah menjabat Sapma PP Riau, Dewan Kesenian Pekanbaru, Ketum Dewan Kesenian Riau, pengurus Masyarakat Pernaskahan Nusantara Riau, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Daerah Riau, dan pernah menjabat Bendahara PWI Riau.
Senada dengan Masrul Kasmy, Raja Yose menanggapi namanya disebut-sebut sebagai pejabat ideal penjabat kepala daerah yang akan habis masa jabatan. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pimpinan. Sebagai pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemprov Riau, Raja Yose mengaku menjaga loyalitas kepada gubernur.
"Itu tergantung pimpinan (Gubernur). (Jika ditunjuk,red) Kita ikut apa kata pimpinan sebagai loyalitas kepada atasan," ujar Raja Yose kepada Riaumandiri.co.
Bebas dari Intervensi
Merekomendasikan penjabat kepala daerah memang kewenangan gubernur, namun gubernur dinilai harus mampu menunjuk orang yang tepat dan berkapabilitas serta bebas dari intervensi dan kepentingan politik jelang Pilkada.
Menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, DR Aidil Haris dikutip dari cakaplah, dalam menentukan dan berjalannya pemerintahan melalui Pj tidak akan bisa berjalan ideal. Namun gubernur harus mampu menempatkan orang yang lebih mengedepankan pelaksanana program dan tata laksana pemerintahan yang baik, bukan soal politik.
"Memang intervensi itu tak bisa kita hindari, afiliasi Pj dengan ranah politik itu hal yang tak bisa terelakkan. Maka pak gubernur harus mampu menunjuk Pj yang siap, karena tiap daerah dinamikanya berbeda," kata Aidil Haris.
Ia mengatakan, dalam menempatkan posisi Pj, harus dengan pendekatan struktural, dan persuasif, setidaknya untuk meminimalisir konflik di masyarakat maupun elit.
"Tapi kalau pendekatan politik yang dibawa, hal ini akan jadi tidak ideal," tukasnya.(nan)