Pembobolan Rekening Nasabah BJB Pekanbaru, Tuntutan Terhadap Teller Lebih Tinggi dari Manajer
RIAUMANDIRI.CO - Dua terdakwa dugaan pembobolan rekening nasabah Bank Jabar-Banten Cabang Pekanbaru dituntut berbeda. Terdakwa Indra Osmer Gunawan Hutauruk divonis lebih rendah dibandingkan Tarry Dwi Cahya yang dalam perkara itu hanya sebagai seorang Teller.
Indra Osmer menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (25/11). Mantan Manager Bisnis Konsumer BJB Pekanbaru itu menjalani persidangan secara virtual dari Rutan Mapolda Riau.
Dikutip dari website resmi PN Pekanbaru, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan Indra Osmer Gunawan Hutauruk secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana perbankan sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Pertama.
Menurut Jaksa, dia terbukti melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang (UU) RI Nomor : 10 Tahun 1998, tentang Perubahan atas UU RI Nomor : 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Untuk itu, JPU menginginkan Indra Osmer dihukum pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama dia berada dalam tahanan sementara. Selain itu, Jaksa juga menuntut yang bersangkutan dengan pidana denda sebesar Rp10 miliar subsidair selama 6 bulan kurungan.
Berbeda dengan Indra, terdakwa lainnya Tarry Dwi Cahya malah dituntut lebih tinggi. Walaupun secara jabatan, Tarry hanya seorang Teller.
"Menuntut terdakwa Tarry Dwi Cahya dengan pidana penjara 10 tahun dan pidana denda Rp10 miliar subsidair 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Zurwandi di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan pada sidang yang digelar pada Senin (22/11) kemarin.
Menurut Jaksa, terdakwa Tarry Dwi Cahya terbukti bersalah sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Kombinasi Kesatu Pertama, melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a UU RI Nomor : 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI Nomor : 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Dakwaan Kedua Pertama, melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a UU RI Nomor : 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI Nomor : 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atas tuntutan JPU tersebut, penasehat hukum terdakwa menyampaikan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada sidang berikutnya.
Dalam dakwaannya, JPU menyatakan bahwa terdakwa Indra Osmer secara bersama-sama dengan Tarry Dwi Cahya (dilakukan penuntutan terpisah) pada 13 Oktober 2017 sampai 30 Desember 2017 di Kantor BJB Pekanbaru melakukan perbuatan yang melawan hukum.
Terdakwa (Indra Osmer) sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
Diketahui, perkara yang menjerat kedua terdakwa ini sebelumnya ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Kedua terdakwa diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana perbankan yang merugikan nasabah Arif Budiman.
Saat proses penyidikan, polisi telah melakukan penahanan terhadap Indra Osmer, yakni pada medio Juni 2021. Sementara Tarry saat itu, belum dilakukan penahanan.
Seiring jalannya waktu, berkas perkara keduanya telah dinyatakan lengkap atau P-21. Hal itu setelah Jaksa Peneliti menelaah kelengkapan syarat formil dan materil perkara.
Dengan telah dinyatakan P-21, tahapan berikutnya adalah pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Saat tahap II pada Jumat (30/7) kemarin, Jaksa kemudian melakukan penahanan terhadap Tarry Dwi Cahya. Keduanya dititipkan di sel tahanan Mapolda Riau.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto pernah memaparkan kronologis perbuatan kedua tersangka. Yaitu, berawal pada Januari 2018, pelapor Arif Budiman yang merupakan nasabah bank tersebut, mengetahui bahwa telah terjadi transaksi pencairan cek dari beberapa rekening giro perusahaan miliknya yang dilakukan tanpa seizin dan persetujuan dirinya.
Atas dasar tersebut, penyidik Ditreskrimsus Polda melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan hingga kemudian menaikkan status perkara ke tingkat penyidikan.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi termasuk saksi ahli perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan,red) RI," kata Kombes Pol Sunarto, beberapa waktu yang lalu.
Dari keterangan saksi, bukti dokumen serta hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik (Labfor), penyidik menemukan fakta terjadinya perbuatan melawan hukum dalam proses transaksi 9 lembar cek yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah.
Adapun modus operandi yang digunakan tersangka Tarry selaku Teller menuliskan dan menirukan tanda tangan nasabah pada cek atas perintah tersangka Indra Osmer untuk selanjutnya melakukan transaksi penarikan dari rekening giro tanpa melakukan verifikasi yang menjadi syarat formil kelengkapan cek. Uang pencairan tersebut kemudian diberikan kepada yang tidak berhak, yakni Indra.
"Tersangka IOG dalam jabatannya sebagai Manager Bisnis Komersial memerintahkan tersangka TDC untuk melakukan pencairan cek tanpa izin sepengetahuan nasabah dan menerima uang pencairan cek dari Teller tetapi tidak diserahkan kepada yang berhak," beber perwira menengah Polri yang akrab disapa Narto.
Akibat perbuatan para tersangka ini, nasabah Arif Budiman mengalami kerugian sebesar Rp3.200.800.000. Saat ditanya, apakah nilai tersebut berkesesuaian dengan yang dilaporkan korban, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan memberikan penjelasannya.
"Untuk jumlah uang atau total semuanya, perkiraan hampir Rp30 miliar. Sementara yang dicairkan tersangka Rp3.200.800.000. Masih kita dalami, kita kembangkan, apakah total itu masih terus bertambah ataupun cukup pada angka Rp3,2 miliar," kata Kombes Pol Ferry yang mendampingi Kombes Pol Sunarto saat itu.
Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Riau, Kompol Teddy Ardian, kemudian menambahkan penjelasan tersebut.
"Tentunya penyidik menggali terkait barang bukti yang ada. Sehingga ini yang kita kawinkan, dan muncul angka Rp3,2 miliar ini. Ketika ini bisa kita buktikan melalui transaksi cek dan rekening, dan ini diperkuat dengan audit internal Bank BJB, sehingga ketemu di angka Rp3,2 miliar," imbuh Kompol Teddy.(red02)