Kubu Ical dan Agung Siapkan Saksi Ahli Ternama
Jakarta (HR)-Kubu Aburizal Bakrie (Ical) menyiapkan sejumlah ahli hukum ternama, salah satunya seorang eks hakim agung, untuk menjadi saksi ahli di sidang PTUN Jakarta Senin (20/4) ini. Di sisi lain, kubu Agung juga menyiapkan sejumlah ahli hukum yang tak kalah mumpuni.
"Saksi ahli kita, Prof Dr Maruarar Siahaan, Dr Harjono, I Gede Pasek Astawa, Andika Danesjavara," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol Tubagus Ace Hasan Syadzily saat dihubungi, Minggu (19/4).
Maruarar Siahaan dan Harjono adalah mantan hakim Mahkamah Kontitusi, sedangkan I Gede P Astawa dan Andhika Danesjavara adalah pakar hukum tata negara. Eks hakim agung yang akan menjadi saksi ahli kubu Ical, yaitu Laica Marzuki juga seorang mantan hakim Mahkamah Konstitusi. Sidang sengketa kepengurusan Golkar di PTUN Jakarta besok akan menjadi 'arena' pertarungan mantan-mantan hakim konstitusi.
Selain Laica Marzuki, kubu Ical juga akan menghadirkan dua saksi ahli lainnya, yaitu dua pakar hukum tata negara Margarito Kamis dan Irman Putra Sidin.
Pertarungan kubu Ical versus Agung cs akan dilanjutkan di persidangan PTUN Jakarta pada Senin (20/4) ini pukul 10.00 WIB. Agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi ahli dari penggugat (kubu Ical) dan tergugat (kubu Agung).
Tak Berhak
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Lawrence Siburian menilai Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berhak mengadili dan memutuskan perselisihan internal Partai Golkar. Sebab mereka menilai semua persoalan seharusnya diserahkan ke Mahkamah Partai Golkar.
"Kami berpendapat PTUN tidak berhak mengadili ini (perselisihan internal Golkar) karena sudah diadili Mahkamah Partai Golkar (MPG) dan keluar Keputusan Menkumham," katanya di Jakarta, Minggu (19/4).
Lawrence mengingatkan negara telah memberikan kekuasaan peradilan kepada partai politik secara mandiri untuk menyelesaikan persoalan internal melalui Mahkamah Partai. Dia menjelaskan, UU Parpol sudah dijabarkan bahwa perselisihan internal partai yaitu Mahkamah Partai dan hal itu disebut "lex specialis". (dtc)