Disbun dan DLHK Riau Bantah Tuduhan Korupsi Pengurusan HGU terhadap Gubri
RIAUMANDIRI.CO – Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Perkebunan (Disbun) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) memberikan klarifikasi terkait adanya pemberitaan atas tuduhan korupsi pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Agro Abadi dan pajak yang dialamatkan oleh sebuah LSM kepada Gubernur Riau, Syamsuar dan DLHK Riau.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli mengatakan, tidak ada keterlibatan Gubernur Riau dan DLHK Provinsi Riau dalam penerbitan HGU perusahaan perkebunan kelapa sawit, karena proses penerbitan HGU adalah kewenangan Kanwil BPN Provinsi Riau dengan Panitia B. Keanggotaan Panitia B ada sembilan pihak yang diketuai oleh Kanwil BPN Provinsi Riau.
Lalu, beranggotakan bupati/wali kota lokasi setempat, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wil XIX Riau, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Kepala Dinas PUPRPPK Provinsi Riau, Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau, Kantor Pertanahan Kabupaten Setempat, Camat setempat, dan Kepala Desa setempat.
"Kami tegaskan, sampai saat ini PT Agro Abadi belum memiliki HGU. Jadi pokok materi gugatan tersebut yang mana. Gubernur Riau tidak ada terkait dengan hal ini. Izin HGU merupakan kewenangan BPN. Dalam pengurusan HGU juga, pemerintah provinsi hanya sebagai anggota. Leading-nya di BPN," ujar Zul Fadli, Kamis (9/10).
Dijelaskannya bahwa PT. Rimba Seraya Utama (PT RSU) memiliki Izin Hak Pengusahaan Hutan Hutan Tanaman Industri (HPH-HTI) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.599/Kpts-11/1996 tanggal 16 September 1996 seluas 12.600 Ha. Pada tahun 1998 PT RSU akan melakukan penanaman tanaman HTI Akasia namun masyarakat Desa Buluh Nipis menolak PT RSU menanam akasia di areal kerja HTI PT RSU sampai terjadi demo dan perusakan tanaman akasia perusahaan.
"Terhadap sejarah terjadinya pembangunan kebun kelapa sawit di dalam areal HTI PT RSU, awal mulanya berasal dari desakan masyarakat di sekitar PT RSU itu sendiri. Pada Tahun 1998 ada tuntutan masyarakat Desa Trans Bangun Sari kepada perusahaan untuk dibangunkan kebun kelapa sawit seluas 735 ha," jelasnya.
Lalu, pada tanggal 3 Februari 1999 terjadi mediasi masyarakat Desa Trans Bangun Sari yang dihadiri Kanwil Dedhutbun Provinsi Riau, Kanwil Transmigrasi Provinsi Riau dan Pemda Kabupaten Kampar dan PT RSU, hasilnya PT RSU bersedia bermitra membangunkan kebun kelapa sawit masyarakat, melalui divisi kebun Uniseraya Group, yaitu PT Agro Abadi.
"Pada tanggal 25 Juli 2001 Bupati Kampar mengirim surat kepada PT RSU melalui surat Nomor 525.25/TP/ VI1/2001/805 perihal rekomendasi pembangunan kebun kelapa sawit pola kemitraan untuk masyarakat Desa Bangun Sari seluas 735 ha," ungkapnya.
Selanjutnya, tanggal 30 Agustus 2003 Kepala Dinas Kehutanan Kampar mengirim surat kepada Direktur PT Rimba Seraya Utama tentang dukingan pengelolaan lahan HT yang kosong/Garapan masyarakat untuk pembangunan kebun kelapa sawit melalui koperasi.
"Pada tanggal 27 Januari 2004 diterbitkan persetujuan dokumen AMDAL rencana pembangunan kebun kelapa sawit PT. Agro Abadi. Tanggal 17 Mei 2004 Sekretaris Daerah Kampar melalui surat Nomor 525/TIM-PEM.IV/2004/ 1590 perihal permohonan Izin Prinsip Kebun Kelapa Sawit PT Agro Abadi," ungkap Zulfadli.
"Tanggal 29 April 2006 diterbitkan Keputusan Bupati Kampar Nomor 881 Tahun 2006 tentang Pemberian Izin Lokasi PT. Agro Abadi seluas 4.500 ha. Lalu tanggal 4 September 2006 diterbitkan Keputusan Bupati Kampar Jefri Noer Nomor 430 Tahun 2006 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan PT. Agro Abadi seluas 4.500 ha," kata Zulfadli.
Sementara itu, Kepala DLHK Riau, Maamun Murod menambahkan bahwa pada proses perubahan kawasan hutan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. SK.673/2014, SK.878/2014 dan SK.903/2016 tentang Kawasan Hutan Propinsi Riau, bahwa luas areal PT. RSU + 12.600 ha berubah menjadi APL seluas + 4.943 ha.
Akibat kinerja HT yang kurang baik dan adanya penyerobotan lahan yang tidak bisa dikendalikan, maka oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan diberi Surat Peringatan I (9 Januari 2018), Peringatan Il (21 Februari 2018), dan III (12 April 2018) sampai dengan keluar pencabutan izin HTI PT. RSU sesuai Keputusan MenLHK No SK.457/menlhk/Setjen/HPL.O/10/2018 tanggal 30 Oktober 2018, tentang pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan No 599/Kpts-11/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi seluas 12.600 Ha.
"Pencabutan itu juga karena telah terjadi perubahan fungsi Kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Menteri LHK sebagaimana butir 13," jelas Murod.
Selain itu, PT Agro Abadi perizinannya seluas 4.500 telah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat pada tiga desa dengan total luas 1.600 ha (35,55 % atau melebihi kewajiban minimal 20%) yaitu kemitraan dengan Desa Bangun Sari 350 ha, kemitraan dengan Desa Gading Permai 400 ha, kemitraan dengan Desa Mentulik 850 ha, dan pemberian dana kontribuasi ke Desa Kepau Jaya Rp50 juta per bulan.
"Terjadinya pembangunan kebun PT Agro Abadi dan kebun masyarakat kemitraannya di areal HT PT Rimba Seraya Utama adalah berasal dari keinginan masyarakat setempat, diakomodir oleh Pemda setempat dan dukungan instansi terkait Provinsi Riau pada masa itu, dan telah dirubah sesuai Keputusan Menteri LHK dalam perubahan funsi Kawasan hutan, namun proses tersebut pada sat ini dipersalahkan lagi oleh pihak-pihak komponen masyarakat juga," tegas Murod.
"Sehingga kami tegaskan, pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Riau dan DLHK Riau tidak ada kaitannya dengan gugatan LSM tersebut. Gubernur tidak mengeluarkan izin dan tidak mengelola pajak karena pajaknya mengalir kepada pemberi izin," tutup Murod.