PKS Cabut Anjuran Poligami, PSI: Itulah Nasib Syariah Kalau Dipolitisasi
RIAUMANDIRI.CO - Aktivis Jaringan Islam Liberal sekaligus politis PSI, Mohammad Guntur Romli mengomentari dicabutnya anjuran poligami oleh PKS yang hanya berselang sehari.
Menurutnya, hukum syariah menjadi buruk di mata masyarakat apabila dipolitisasi.
"Saat menerbitkan anjuran poligami, PKS berlindung di balik syariah, gak sampe sehari, mereka mencabutnya," ujarnya melalui akun Twitter pribadinya, Jumat (1/10/2021) pagi.
"Banyak yg bertanya2: kok syariah umurnya cuma sehari? kok syariah bisa dicabut? Begitulah nasib syariah klau dipolitisasi. Malah kecipratan citra buruk," tambahnya.
Dilansir dari CNN Indonesia, Ketua Dewan Syariah Pusat (DSP) Partai Keadilan Sosial (PKS), Surahman Hidayat mengatakan pihaknya telah mencabut aturan Partai yang mempersilakan kadernya melakukan poligami bagi kader-kader yang mampu.
Aturan yang dicabut itu yakni Tazkirah Nomor 12 Tentang Solidaritas Terdampak Pandemi. Salah satu poinnya anjuran berpoligami bagi anggota PKS laki-laki yang telah mampu dan siap beristri lebih dari satu.
"Setelah kami mendapat berbagai masukan dari pengurus, anggota dan masyarakat secara umum, kami memutuskan untuk mencabut anjuran poligami tersebut. Kami memohon maaf jika anjuran ini membuat gaduh publik dan melukai hati sebagian hati masyarakat Indonesia." kata Surahman dalam keterangan resminya, Senin (30/8).
Surahman mengatakan pembatalan aturan itu dibuat dalam rangka mewujudkan prinsip tata kelola partai yang transparan, akuntabel, dan responsif.
Sebelumnya, PKS mencanangkan program solidaritas tiga pihak yang mempersilakan kadernya melakukan poligami yang mampu secara ekonomi. Namun, syaratnya tetap harus mengutamakan janda.
Namun komunitas yang mengatasnamakan #SaveJanda mengecam program tersebut karena dinilai hanya akan memperburuk stigma janda.
Founder Komunitas #SaveJanda Mutiara Proehoeman mengatakan, program tersebut justru sangat merendahkan perempuan yang berstatus janda.
"Sebagai partai politik, seharusnya PKS lebih peka terhadap beban berlapis yang dialami perempuan berstatus janda di Indonesia akibat stigma negatif terhadap mereka," ujar Mutiara dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/9).
"Narasi-narasi misoginis seperti imbauan kader untuk berpoligami dengan janda ini hanya memperburuk stigma tersebut," kata dia menambahkan.
Mutiara meminta agar semua pihak berhenti memposisikan perempuan sebagai objek. Ia menekankan, pernikahan bukan sebuah hadiah, apalagi pertolongan bagi perempuan.