Terbongkar, Putra Joe Biden Minta Jatah untuk Pencairan Aset Libya
RIAUMANDIRI.CO - Business Insider melaporkan, dalam sebuah email yang bocor Hunter Biden meminta jatah 2 juta dolar AS per tahun pada 2015. Jatah tersebut ditandai sebagai "biaya kesukesan pencairan aset". Laporan itu tertulis dalam email dari donor Demokrat Sam Jauhari kepada sesama donor kampanye Obama, dan taipan Saudi Sheikh Mohammed al-Rahbani.
Putra Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden itu, meminta bayaran lebih dari 2 juta dolar AS untuk membantu mencairkan aset Libya bernilai miliaran dolar. Hunter Biden melakukan hal tersebut ketika ayahnya menjabat sebagai wakil presiden dua dalam pemerintahan Obama.
"Dia ingin mempekerjakan orang-orangnya sendiri, karena bisa menjadi lingkaran dekat untuk saling menjaga kerahasiaan. Ayahnya memutuskan untuk mencalonkan diri atau tidak," ujar Jauhari dalam email yang diduga ditulis saat Joe Biden mempertimbangkan pencalonan presiden 2016, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (25/9).
Aset Libya telah dibekukan di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama, setelah penggulingan mantan diktator Muammar Gaddafi yang dipimpin NATO pada 2011, dan kemudian runtuhnya pemerintah negara itu. Dalam emailnya, Jauhari mengatakan bahwa Hunter Biden memiliki akses data-data tentang Libya. Selain itu, dia mempunyai koneksi yang luas di Eropa dan Asia, karena kerap mengikuti ayahnya bepergian.
Positifnya adalah dia adalah Ketua Program Pangan Dunia PBB, yang memiliki file Libya, akses ke Kementerian Keuangan, mitra bisnis dari putra (Menteri Luar Negeri) J. (John) Forbes K (Kerry), dan karena bepergian dengan ayahnya dia memiliki koneksi di Eropa dan Asia," tulis Jauhari tentang Hunter Biden.
Jauhari juga menyebutkan bahwa Hunter Biden merupakan pecandu alkohol dan narkoba. Dia dikeluarkan dari Angkatan Darat AS karena kokain dan kerap menimbulkan masalah.
"Negatifnya adalah dia pecandu alkohol, pecandu narkoba - dikeluarkan dari Angkatan Darat AS karena kokain, mengejar pelacur kelas bawah, terus-menerus menimbkan masalah likuiditas uang, dan banyak hal yang membuat sakit kepala," ujar Jauhari.
Email lain menunjukkan bahwa, pembicaraan dengan Hunter Biden berlanjut hingga 2016. Berdasarkan catatan email pada 26 Februari 2016, Jauhari dan al-Rahbani menerima laporan dari seorang pengacara yang berbasis di Washington DC yang menghubungi Hunter Biden mengenai kesepakatan Libya.
Pengacara dan mantan Kepala Imigrasi dan Bea Cukai AS, John Sandweg mengkonfirmasi bahwa dia telah melakukan kontak dengan tim Hunter Biden tentang prospek untuk mencairkan dana Libya. "Mereka akan mempertimbangkannya dan saya menyampaikan pesan itu kembali. Jauhari akhirnya menyewa firma hukum yang berbeda," katanya kepada Business Insider.
Business Insider mengatakan, tidak ada bukti bahwa Hunter Biden pernah menggunakan kekuasaan ayahnya untuk memberikan sesuatu yang penting bagi kliennya. Tetapi email itu menunjukkan cara Hunter Biden melakukan pekerjaan licik untuk mendapatkan uang secara ilegal.