Tindak Pidana Perbankan di BJB Pekanbaru, Pengamat: Kalau Dibiarkan, Dampaknya Besar
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dari segi ekonomi, kasus yang menimpa seorang nasabah Bank Jabar-Banten Cabang Pekanbaru sangat tidak baik ke depannya. Hal itu dikarenakan, dalam perekonomian terlebih dalam masa pandemi Covid-19 saat ini, dibutuhkan motor penggerak seperti perbankan.
Demikian diungkapkan Pengamat Perbankan dan Ekonom Riau, Peri Akri, Senin (13/9). Menurut dia, apa yang terjadi di bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten itu sangat berbahaya, karena ini soal kepercayaan.
"Harusnya kasus ini tidak terjadi kalaulah saja ikuti SOP yang benar. Kasus ini terjadi karena oknum yang integritasnya tidak baik," ungkap Peri Akri.
Untuk itu, lanjut Peri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus bertindak keras. Hal itu demi menjaga kepercayaan publik terhadap dunia perbankan.
"Kalau dibiarkan, dampaknya akan besar. Perbankan ayo kembali ke rule," sebut dia.
Dikatakan Peri, poin penting dalam menjalankan dunia perbankan, yakni konsep prudential banking, prinsip kehati-hatian. Di dalam dunia perbankan, banyak regulasi yang mengatur.
"Semestinya sulit melakukan hal-hal yang tidak prosedur. Kalaupun ada terjadi indikasi tindak pidana, bukan sistem yang tidak bagus, tapi ada user atau oknum yang bermain, karena sistem perbankan sangat ketat," beber dia.
Dalam dunia perbankan, kata Peri, segala sesuatu ada tingkatannya. Misalnya pada kredit atau pencairan ada levelnya. Ini saling terkait, tidak bisa sendiri.
"Misalnya, kasir bisa melampaui otoritas dia, tidak otoritas dia tapi dia lakukan, itu kita pertanyakan, sampai pada atasannya, sampai kepala cabangnya, karena ini saling terkait," sebut Peri.
Dalam operasional bank, lanjut dia, apalagi nasabah prioritas semestinya harus dikelola dengan baik dan benar, karena merupakan jantungnya bank.
"Nasabah kakap atau prioritas ini adalah aset utama bank, karena bunga kredit merupakan sumber pendapatan utama bank, harusnya dikelola dengan baik," sambungnya.
Lebih lanjut Peri mengatakan, dunia perbankan merupakan sebuah bisnis yang sangat lebih terjamin dalam proses operasionalnya.
"Kalau ada bank yang masih bergelut melakukan hal-hal kurang terpuji, bukan institusinya, indikasinya oknum yang bermain," tutur Peri.
"Oknum-oknum yang seperti ini harusnya tidak hadir di dunia perbankan yang merupakan lembaga trust, lembaga kepercayaan. Bank harus diisi oleh orang-orang yang paripurna, memiliki integritas yang tinggi," sambung dia.
Disampaikan Peri lagi, nasabah berhak mendapatkan sebuah administrasi yang transparan.
"Kesalahan besar bank kalau tidak menyerahkan, nasabah berhak mendapatkan sebuah administrasi yang transparan, agar ada keseimbangan proses transaksi nasabah dan bank. Begitu juga perihal CCTV. Tidak ada alasan tidak ada CCTV, karena CCTV itu 24 jam dipergunakan kalau ada kasus-kasus seperti ini, kalau rusak bisa diperbaiki. CCTV Itu kan bisa menjadi bukti utama, untuk antisipasi kalau ada hal-hal seperti ini, ketidakharmonisan hubungan akibat rusaknya kepercayaan," paparnya.
"Sistem perbankan itu sudah baku, namun sehebat apapun sistem jika ditangani oleh oknum yang integritasnya tidak baik, ini ada potensi menimbulkan kerugian bank, kerugian nasabah. Sehebat apapun sistem, kalau ditangani oknum yang integritasnya tidak baik, tetap saja sistemnya jebol," tegas Peri.
Sebagai orang yang cukup lama di dunia perbankan, Peri berharap penegak hukum dapat menyelesaikan kasus ini dengan baik. Jika tidak selesai dengan baik, ada dua implikasi. Yaitu, implikasi ekonomi dan perbankan.
"Perbankan sebuah bisnis kepercayaan, dengan kasus ini bisa merusak kepercayaan masyarakat. Jangan bersengketa lama-lama karena ini penting untuk kelangsungan usaha, untuk sebuah integritas yang kuat," paparnya.
"Bank yang sedang bersengketa ini datang dari luar ke Riau, artinya sudah memiliki tingkat kesehatan bank yang baik, jangan rusak reputasi hanya karena masalah uang seperti ini," pungkas Peri.