Afghanistan Diprediksi Tiru Sistem Arab Saudi dalam Bernegara
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Afghanistan di bawah kendali Taliban kemungkinan menerapkan sistem pemerintahan yang meniru Arab Saudi saat ini. Hal itu disampaikan Eks Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) sekaligus Mantan Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'ad Said Ali.
"Afganistan di bawah Taliban akan meniru penerapan syariat Islam Arab Saudi di bawah Prince (Pangeran) Mohammad bin Salman," ujar As'ad saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/9).
As'ad menerangkan lebih lanjut, Arab Saudi hari ini tak seketat dulu dalam menerapkan interpretasi syariat Islam di negaranya.
Seperti penghapusan polisi agama, atau menteri amar maruf nahi munkar; menteri yang mengawasi masyarakat agar mematuhi hukum Islam versi Taliban. As'ad melanjutkan, aturan untuk perempuan Saudi juga dikendurkan, perempuan diizinkan mengenakan jilbab dan sebagian pertunjukkan diperbolehkan.
"Nanti suatu saat Taliban akan seperti itu lah," terangnya.
As'ad bahkan yakin dengan klaim Taliban yang mengatakan akan melibatkan perempuan dalam pemerintahan sekarang, sebagai bentuk keterbukaan atau pemerintah yang inklusif.
"Karena saya yakin itu karena dia (Taliban) perlu uang, perlu kerja sama internasional kalo nggak ada itu (pelibatan perempuan), enggak bisa," paparnya.
Hari ini, di Afghanistan tak ada lagi pasukan asing yang mondar-mandir. Pesawat militer terakhir AS lepas landas dari Kabul pada Senin (30/8) malam waktu setempat. Sementara pasukan asing lain, sudah lebih dulu tiba di negara masing-masing.
Usai pasukan asing hengkang, menurut As'ad, tantangan yang dihadapi Taliban, yakni cara menyejahterakan rakyatnya bukan lagi berjihad.
"Tantangannya bagaimana mendatangkan kesejahteraan rakyat dalam situasi yang sangat miskin," tutur As'ad.
Saat Taliban mengambil alih kekuasaan, ekonomi di Afghanistan lumpuh. Banyak banyak yang tutup, mata uang anjlok, dan harga bahan bakar melonjak.
Mengantisipasi krisis ekonomi akut, Taliban memerintahkan agar penduduk maksimal menarik US$200 atau Rp2,8 juta dalam sepekan.
Saat Afghanistan masih dipimpin Ashraf Ghani, pada September 2019 lalu, As'ad pernah melakukan pembicaraan dengan Taliban ketika mereka berkunjung ke Indonesia.
As'ad mengatakan kepada perwakilan Taliban, "Kamu harus berdamai, kalau tidak kamu kehilangan momentum globalisasi," kenang As'ad soal pertemuan itu.