6 Pembunuh Gay di Bangladesh pada 2016 Lalu Divonis Hukuman Mati
RIAUMANDIRI.CO, DUNIA - Enam anggota kelompok militan Islam dijatuhi hukuman mati, Selasa (31/8/2021) oleh pengadilan di Bangladesh karena pembunuhan brutal terhadap dua aktivis hak-hak gay lima tahun lalu.
Pembunuhan itu adalah bagian dari serangkaian serangan terhadap blogger ateis, akademisi, dan minoritas lainnya yang mengejutkan negara Asia Selatan berpenduduk 170 juta jiwa itu, yang menyebabkan banyak orang bersembunyi atau melarikan diri ke luar negeri.
"Dari delapan terdakwa dalam kasus tersebut, enam dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan dijatuhi hukuman mati" kata jaksa penuntut umum, Golam Sarwar Khan dikutip dari Reuters.com.
"Pengadilan Anti-Terorisme Khusus juga memvonis enam anggota organisasi teroris, organisasi militan domestik yang diilhami Al Qaeda, Tim Ansar Ullah Bangla," kata Khan.
Tim Ansar Ullah Bangla adalah kelompok yang polisi yakini bertanggung jawab atas pembunuhan lebih dari selusin aktivis sekuler dan blogger itu.
Pengacara terdakwa, Nazrul Islam mengatakan mereka akan mengajukan banding atas hukuman tersebut.
"Pengadilan membebaskan dua terdakwa lainnya, yang buron dan diadili secara in absentia," kata Khan.
Salah satunya adalah Syed Ziaul Haq, seorang mayor tentara yang dipecat yang diyakini sebagai pemimpin kelompok itu dan dituduh mendalangi pembunuhan.
Diketahui, Majalah Mannan, Roopbaan, tidak memiliki izin resmi untuk diterbitkan di Bangladesh, sebuah negara Muslim di mana hubungan sesama jenis adalah ilegal dan komunitas LGBTQ+ telah lama terpinggirkan.
Antara 2013 dan 2016, serentetan serangan yang menargetkan aktivis sekuler dan minoritas agama diklaim oleh ISIS atau kelompok-kelompok yang bersekutu dengan al Qaeda.
Serangan paling serius terjadi pada Juli 2016, ketika orang-orang bersenjata menyerbu sebuah kafe di kawasan diplomatik Dhaka dan menewaskan 22 orang, kebanyakan dari mereka adalah orang asing.
Setelah pengepungan kafe, lebih dari 100 tersangka militan tewas dan ratusan lainnya ditangkap ketika pemerintah menindak kelompok-kelompok Islam karena berusaha mempertahankan citranya sebagai negara Muslim moderat.