Pengamat: Tarif Tes PCR Mahal Picu Tindakan Kriminal

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pengamat Komunikasi Politik UMRI, Aidil Haris mengomentari kasus dua mahasiwa asal Pekanbaru yang memalsukan surat keterangan hasil tes PCR untuk perjalanan dengan pesawat udara di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II tujuan Turki. Menurutnya, harga PCR yang mahal dapat menjadi penyebab orang melakukan tindak kriminal.
"Itukan aturan, regulasi dari penerbangan. Persoalan dia memalsukan dokumen, itu tindakan yang tidak benar, dia menipu. Sekarang ini harga PCR mahal dan bisa jadi pemicu orang-orang melakukan tindakan yang salah. Ini yang harus dievaluasi pemerintah sebagai pengambil kebijakan," katanya kepada Haluan Riau, Rabu (26/8).
Sependapat dengan anggota DPR RI, Abdul Wahid, Aidil setuju PCR dihapuskan sebagai syarat perjalanan bagi yang sudah divaksin. Sebab, hal tersebut malah menyulitkan masyarakat, ditambah mereka yang tidak memiliki biaya untuk PCR.
"Saya setuju dengan statemennya Politisi PKB, Abdul Wahid, itu menarik. Dia meminta menghapus PCR sebagai syarat perjalanan bagi mereka yang sudah vaksin. Memang seharusnya begitu, jadi kita tidak perlu kerja dua kali. Sudah vaksin, kemudian harus PCR lagi. Banyak kali yang harus kita tanggung, sementara biaya PCR tidak murah," ujarnya
"Tapi ya kalau memang belum vaksin wajiblah PCR bila ingin berpergian jauh," tambahnya.
Sementara itu, menyinggung soal sertifikat vaksin sebagai syarat administrasi. Menurut Aidil itu harus sesuai dengan kondisi masyarakat. Sebab bila ditinjau di lapangan, tingkat vaksinasi di Pekanbaru masih rendah. Selain itu, dijelaskan Aidil, bila ada masyarakat yang juga memalsukan sertifikat vaksin, menurutnya itu termasuk tindakan yang tak boleh ditiru.
"Intinya kalau ada yang memalsukan data, itu lain cerita, konteksnya sudah beda. Intinya itukan kebijakan ya. Pemerintah kita sudah menjadikan itu sebuah ketetapan, mau enggak mau kita harus ikut. Tapi persoalannya perlu enggak peninjauan soal itu? Itu yang harus dievaluasi," tutupnya.