Pelanggar Prokes Disanksi Uang, Pengamat: Semakin Menyusahkan Masyarakat
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pengamat Kebijakan Publik, Rawa El Amady menilai aturan yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mengenai sanksi berupa denda kepada pelaku usaha yang melanggar protokol kesehatan (prokes) sebesar Rp500 ribu, dalam pengelolaannya harus transparan.
"Pemko kalau mau memberi denda apapun, apalagi dalam bentuk uang, itu harusnya diumumkan secara terbuka. Uang denda yang didapat dari mana saja harus diumumkan, harus jelas. Jadi, masyarakat bisa akses informasinya. Khawatirnya, itu uang dari masyarakat tapi nanti malah dipakai pejabat, kan malah jadi aneh," katanya kepada Haluan Riau, Kamis (12/8/2021).
Selain itu, ia juga menyayangkan besarnya nominal denda yang diberikan kepada pelaku usaha tersebut. Hal itu dikarenakan, di masa sulit seperti ini, pelaku usaha kecil akan semakin kesulitan.
"Memang aturannya itu ditujukan untuk keselamatan masyarakat. Tapi, tidak seharusnya Pemko sertamerta memberi denda yang sebesar itu. Ini kan semakin menyusahkan masyarakat," ujarnya.
"Secara logika aja, mendenda masyarakat yang kesulitan dapat pelanggan itu sebuah keniscayaan," tambahnya.
Salah satu pemilik kafe yang terjaring razia oleh petugas pada Rabu (11/8) malam, juga menyayangkan nominal aturan denda sanksi administratif tersebut.
Dikatakannya, denda yang dikeluarkannya itu tak sesuai dengan pendapatannya selama masa PPKM level 4 ini.
"Kita sempat tanyakan ke petugas kemana uang denda ini diarahkan. Kata mereka bakalan masuk ke kas daerah. Semoga aja memang iya. Soalnya uang dendanya ini terlalu besar menurut saya, nggak sesuai dengan pendapatan. Kalau dah kayak gini kan kami yang rugi jadinya," ujar pemilik kafe yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Selain itu, dikatakannya ada perbedaan informasi mengenai aturan PPKM level 4 yang disampaikan oleh pihak Polsek dan Polresta.
"Kemarin, pihak Polsek bilang kami boleh jualan asal menerapkan prokes, antar pelanggan dijarak. Tapi tadi ini malah kena razia sama orang Polres. Padahal kami menerapkan prokes. Dibilang Polres boleh jualan cuma sampai jam 8, lebih dari itu cuma boleh take away. Sementara, kalau ditunggu kali take away tu, nggak ada yang order," pungkasnya.