PPKM Tak Maksimal, Masihkah Lockdown Jadi Pilihan?

PPKM Tak Maksimal, Masihkah Lockdown Jadi Pilihan?

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pembatasan ruang gerak masyarakat melalui kebijakan PPKM berlevel di kota-kota di Indonesia tak juga membuahkan hasil. Terbukti, Presiden Joko Widodo mengatakan kasus Covid-19 di luar Pulau Jawa makin mengkhawatirkan. Apakah lockdown masih menjadi opsi di tengah kesuluitan ekonomi masyarakat dan negara?

Pengamat Ekonomi Universitas Riau, Dahlan Tampubolon, salah satu akademisi yang pada awal-awal pandemi menyarankan pemerintah mengambil langkah lockdown, menilai negara terlambat. Ia mengatakan, anggaran pemerintah sudah habis dan lockdown bukan lagi pilihan. 

"Sekarang sudah habis duit. Tak sanggup (negara) menyantuni keluarga yang terdampak," ujarnya kepada Riaumandiri.co, Senin (9/8/2021). 


Ke depannya, ia menyarankan vaksinasi, terutama untuk anak usia 12 tahun ke atas segera dituntaskan. Hal itu agar sekolah kembali dapat aktif, sektor formal bisa work from office (WFO), dan sektor informal serta usaha masyarakat dapat berjalan secara new normal.

"Tidak mungkin lagi lockdown. Defisit APBN sudah lebih dari 3% dalam dua tahun terakhir. Makanya upayakan belanja penanganan Covid-19 prioritas pada kesehatan dan masyarakat yang terdampak. Kita terlalu mengurusi pengusaha besar, sementara yang kecil dibatasi gerakannya dengan PPKM," kritiknya. 

Selain itu, Dahlan juga menyatakan pemerintah pusat dalam belanjanya tidak memberi leverage (pinjaman) bagi ekonomi daerah. Padahal banyak program yang diarahkan untuk penguatan ekonomi.

"Administrasi pemerintahan naik 29%, ekonomi naik 0,06. Makanya lebih baik digunakan untuk penuntasan vaksinasi," ujarnya. 

"Pusat membeli vaksin, daerah melaksanakan vaksinasi secara optimal. Jangan sampai vaksin terbuang percuma. Secara nasional bisa terbuang 8 juta dosis akibat pendistribusian dan sistem antrian vaksinasi yang kurang terkontrol," tambahnya. 

Hari ini PPKM level 4 tahap II berakhir. Presiden Joko Widodo belum memberikan mandat apakah kebijakan ini diperpanjang. Sementara, angka penularan Covid-19 tak menunjukkan penurunan signifikan. 

Dilansir dari Liputan6, sebagai gambaran, sebelum 26 Juli 2021 angka positif harian di Riau hampir menyentuh angka seribu. Padahal pada pekan-pekan sebelumnya selalu berada di angka 700 hingga 900.

Kemudian berdasarkan data pada 26 Juli atau setelah pemberlakuan PPKM berbagai level, angka konfirmasi harian Covid-19 di Riau tercatat pada 1.137 kasus. Dari jumlah itu, 810 pasien yang dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan sembuh.

Hanya saja, terdapat 32 pasien meninggal dunia. Padahal sebelum 26 Juli, angka kematian di Riau selalu di bawah 30 orang per hari. Dari jumlah terkonfirmasi tadi, petugas memeriksa 3.504 spesimen dan 3.112 orang diperiksa.

Selanjutnya pada 27 Juli, angka konfirmasi terus naik mencapai 1.428. Petugas juga mencatat penurunan angka kesembuhan yaitu 662 pasien dan peningkatan angka kematian, yaitu 35 pasien.

Kemudian pada 28 Juli, angka konfirmasi harian turun yaitu 1.276 kasus. Pasien sembuh juga meningkat yaitu 927 orang dan pasien meninggal dunia juga turun, 23 orang.

Petugas juga memeriksa 3.536 sampel yang masuk dari berbagai laboratorium yang ada, sedangkan jumlah orang diperiksa berjumlah 3.100.

Pada 29 Juli 2021, angka konfirmasi harian melonjak tajam, mencapai 2.096. Pasien yang sembuh juga turun menjadi 606 dan meninggal dunia kembali naik menjadi 25 orang.

Berikutnya pada 30 Juli 2021, Riau mencatat penurunan konfirmasi harian, yaitu 1.667 kasus. Jumlah pasien sembuh meningkat menjadi 909 orang tapi pasien Covid-19 meninggal naik tajam menjadi 43 orang.

Sementara itu, spesimen yang diperiksa naik tajam dari beberapa hari sebelumnya, yaitu 5.777 sampel dan jumlah orang yang diperiksa 4.639 orang.

Lalu pada 31 Juli 2021, angka konfirmasi harian turun sedikit yaitu 1.626 kasus. Namun pasien yang sembuh turun drastis menjadi 379 orang dan pasien meninggal dunia kembali naik yaitu 50.

Dari pantauan lapangan, pemberlakuan PPKM level 4 tidak berjalan sebagaimana edaran yang dikeluarkan pemerintah. Petugas hanya menjaga sekat-sekat jalan pada waktu-waktu tertentu, saat aktifitas padat. Sementara sisanya, warga bebas keluar masuk tanpa penyekatan. 

Usaha-usaha nonesensial seperti kafe pun tidak semuanya tutup, hanya kafe yang berada di jalan protokol saja. Kafe-kafe di dalam gang, tetap penuh pengunjung tanpa protokol kesehatan yang dijalankan dengan maksimal. Misalnya kafe-kafe yang berada di Jalan Garuda Sakti, Merpati Sakti, dan Bangau Sakti. 

Salah satu masyarakat Pekanbaru, Ahmad menilai Pemprov Riau hanya ikut-ikut kata pusat dalam penanganan Covid-19.

"Covid-19 yang paling urgent sekarang harus dibenahi penanganannya. Enggak usah lah ikut-ikutan kata pusat. Pusat ya pusat, daerah ya daerah. Orang pusat enggak tahu kali kondisi daerah gimana," ungkapnya.

"Ini enggak, sibuk ikut pusat. Suruh ini mau, suruh itu mau. Di lapangan bukannya dibuat serius. Kayak PPKM ini. Masih banyaknya orang bisa masuk. Masih banyaknya dilolos-loloskan aja. Polisi pun bukannya on time dan konsisten jaga sekat. Jelang makan siang, berhenti jaga. Sore dikit, berhenti. Cuma aturan-aturan aja. Macam dibodoh-bodohi rakyat dibuatnya. Dikiranya bodoh betulan rakyat ini iya?" tegasnya.



Tags Corona