Mulyanto Minta Pertamina Smart Kelola Blok Rokan
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Mulai hari ini Pertamina secara resmi menerima alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Blok Migas terbesar di Indonesia ini akan dikelola oleh anak Pertamina yaitu PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto berharap PHR dapat mempertahankan kinerja lifting blok migas ini. Syukur-syukur bila dapat ditingkatkan. Pertamina agar smart mengelola Blok Rokan tersebut.
"Kita tahu Blok Rokan ini adalah sumur tua yang menjadi saksi kejayaan migas nasional. Blok Rokan pernah menghasilkan minyak hingga tembus satu juta barel per hari. Namun belakangan secara alamiah terus mengalami penurunan," kata Mulyanto, Senin (9/8/2021)
Dengan mengakuisisi Blok Rokan ini, jelas Mulyanto, maka praktis Pertamina menjadi BUMN hulu migas yang paling dominan dari total lifting minyak nasional.
Karena itu Mulyanto berharap aksi korporasi ini diikuti dengan pembentukan manajemen yang andal. Apalagi Dirut PHR ini bukan orang dalam Pertamina.
"Ada sisi positif dimana Dirut PHR berasal dari SKK Migas. Paling tidak berbagai program perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kinerja Blok Rokan menjadi lebih akurat. Selain itu program kerja akan semakin terpantau dan terevaluasi oleh SKK Migas, melalui komunikasi dan koordinasi yang semakin lancar," jelas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan, Pertamina perlu mengembangkan investasi untuk peningkatan dan penerapan teknologi pengeboran yang terbukti efektif dan efisien seperti teknologi enhanced oil recovery (EOR). Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan kinerja lifting yang sekarang ada.
"Ini tentu tidak mudah di tengah suasana pandemi seperti sekarang ini. Karena itu perlu dukungan banyak pihak, baik kementerian ESDM, kementerian BUMN, pemda dan terutama SKK Migas," katanya.
Di sisi lain, kalau memang PHR harus share down sahamnya sebesar 30 persen, karena tidak memperoleh pendanaan melalui mekanisme normal perbankan, maka mitra yang diundang tentulah harus memiliki dana yang cukup, apalagi ketika kita ingin meningkatkan lifting minyak blok ini ke depan.
Namun demikian, tidak cukup dengan itu, kata Mulyanto, mitra yang diundang harus berpengalaman dan memiliki teknologi andal. Sebab lahan yang dikelola adalah blok tua.
Alih kelola terhadap sumur tua seperti ini bukan hanya perlu transfer data, knowledge dan SDM yang mulus, namun perlu juga tambahan investasi, pengetahuan dan teknologi baru. Bila tidak maka produktifitas lifting akan terus berkurang (decline) secara alamiah.
Di sisi lain, Indonesia memiliki semangat untuk meningkatkan lifting minyak nasional menjadi 1 juta barel per hari di tahun 2030. Tentu ini menjadi pressure bagi manajemen PHR untuk secara smart membuktikan kinerjanya.