Bupati dan Kepala BPKAD Kuansing Mengaku Diperas Oknum Kejari
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Pekan kemarin, Andi Putra menyampaikan laporan terkait dugaan pemerasan yang dialaminya. Andi Putra yang baru saja dilantik menjadi Bupati Kuansing berpasangan dengan Suhardiman Amby, berharap laporannya ditindaklanjuti.
"Semoga dengan laporan saya ini, Pak Kajati bisa menindaklanjuti dengan bijaksana. Mana tahu ada nasibnya sama dengan saya, saya berharap juga bisa melaporkannya," kata putra dari mantan Bupati Kuansing, Sukarmis itu.
Di tempat yang sama, Dodi Fernando menyampaikan, laporan pengaduan itu terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum Jaksa di Kejari Kuansing. Pertama, dugaan pemerasan langsung kepada Andi Putra oleh salah satu oknum pegawai di Kejari Kuansing.
Oknum ini diduga merupakan suruhan dari pimpinan di Kejari Kuansing. "Dalilnya meminta uang Rp1 miliar untuk menghilangkan nama Pak Bupati (dalam dakwaan). Ketika itu masih calon Bupati, dan agar tidak dipanggil di persidangan Pengadilan Tipikor," kata Penasehat Hukum Andi Putra itu.
Karena tak dipenuhi, kata dia, oknum tersebut menurunkan nilai permintaan uang menjadi Rp500 juta. Namun ini juga tak dikabulkan oleh Bupati Andi Putra.
"Itu dalam kasus korupsi di Setda (Sekretariat Daerah Kabupaten,red) Kuansing. Kemarin kan sempat heboh juga ketika nama Wakil Bupati Haji Halim hilang dalam surat dakwaan. Tapi karena heboh di media, kemudian muncul lagi," jelas Dodi.
Tidak sampai di situ, dugaan pemerasan berlanjut. Yaitu, tatkala Kejari Kuansing mengusut dugaan korupsi tunjangan perumahan anggota DPRD di Kuansing.
Dalam proses itu, kata dia, Sekretaris Dewan telah dipanggil pihak kejaksaan. Saat itu, sebutnya, ada oknum Jaksa setingkat Kepala Seksi (Kasi) di Kejari Kuansing, meminta agar kasus ini bisa segera dikoordinasikan.
"Diminta sampai tanggal 22 Juni 2021 harus diselesaikan. Dengan dalil meminta uang sebesar Rp100 juta untuk oknum Kasi, Rp300 juta untuk oknum pimpinan di Kejaksaan itu," kata dia.
"Apabila tidak dipenuhi maka semua akan diproses hukum, dan seluruh tunjangan di DPRD akan diperiksa dan diobok-obok oleh Kejaksaan Negeri Kuansing," sambungnya.
Diyakininya, dugaan pemerasan itu tidak hanya dialami kliennya saja. Melainkan ada sejumlah pihak yang mengalami hal yang serupa. Dalam waktu dekat, kata dia, laporan tersebut akan disampaikan ke Kejati Riau.
"(Dugaan pemerasan) dialaminya juga oleh beberapa orang Kepala Desa dan tenaga kesehatan di Kuansing. Dalam minggu depan akan dilaporkan," sebut Dodi Fernando.
Saat ditanya, apakah ada barang bukti yang diserahkan saat menyerahkan laporan, Dodi menjawab dalam tahap awal ini pihaknya hanya mengajukan untuk dihadirkan saksi terlebih dahulu.
"Ada beberapa orang saksi, termasuk saksi itu mantan pegawai honorer Kejaksaan (Kuansing) yang diperintahkan untuk meminta uang Rp1 miliar kepada Pak Bupati," bebernya.
"Tadi setelah kami sampaikan laporan, kami juga menunggu surat panggilan kami. Nanti kami bawa juga bukti-bukti terkait persoalan ini," lanjut dia.
Dugaan pemerasan diungkapkannya, sudah berjalan sejak penanganan kasus di Kejari Kuansing, mulai 2020 sampai saat ini.
"Kalau yang Sekretariat DPRD sekarang, itu prosesnya baru pertengahan bulan ini dilakukan pemerasan. Dan terakhir itu, deadline untuk menyerahkan uang Rp400 juta itu tanggal 22 Juni ini," beber dia.
Dalam penyampaiannya, Dodi juga turut menyebut-nyebut ada oknum Kasi di Kejari Kuansing yang diduga ikut terlibat dugaan pemerasan. "Oknum Kasi Pidsus yang saat ini, yang sekarang," imbuh Dodi.
Diungkapkan Dodi, kedatangan pihaknya menyampaikan laporan itu merupakan bagian dari bentuk kesadaran hukum.
"Kita tidak mau menghalang-halangi pihak Kejaksaan dalam proses penegakan hukumnya di Kuansing. Tetapi kita meminta Kejari Kuansing itu melaksanakan proses penegakan hukumnya sesuai KUHAP," jelasnya.
Dia berharap, laporan pengaduan dugaan pemerasan ini bisa segera diproses oleh Kejati Riau. Selain itu, pihaknya juga meminta agar Kejati Riau mengambil alih penanganan beberapa kasus dari Kejari Kuansing.
Kepala BPKAD Kuansing Nonaktif Turut Melapor
Tidak hanya Bupati Andi Putra, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing nonaktif Hendra AP turut melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oknum Jaksa di Kejari Kuansing. Tak tanggung-tanggung, dirinya mengaku dimintai uang Rp3 miliar atas kasus yang dihadapinya.
Hendra AP pernah menyandang status tersangka dan ditahan dalam perkara dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di BPKAD Kuansing. Penyematan status itu dilakukan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari setempat, Rabu (10/3) lalu.
Tidak terima hal itu, Hendra AP kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Telukkuantan. Hasilnya, Hakim Tunggal, Timothee Kencono Malye, mengabulkan seluruh permohonannya.
Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Hendra AP tidak sah dan Jaksa diminta membebaskan tersangka dari penjara. Tak lama usai pembacaan putusan, Senin (5/4), Hendra AP dikeluarkan dari tahanan Polres Kuansing, tempat dia dititipkan Jaksa.
Sehari pascaputusan itu, atau tepatnya Rabu (6/4), penyidik kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait perkara yang sama.
"Iya. Kami juga sudah melaporkan dugaan pemerasan. Itu terpisah dari laporan Pak Bupati, karena kami juga ingin ada rasa keadilan yang harus diberikan kepada masyarakat," singkat Hendra AP melalui Penasehat Hukumnya, Rizki Poliang.