Lelet Atasi Banjir, Dewan Minta Pemko Pekanbaru Tabrak Regulasi Pusat
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pemerintah Kota Pekanbaru dinilai lelet mengatasi banjir yang jadi masalah rutin saban tahun. Terbukti, meski masterplan yang digadang-gadang jadi jurus pamungkas penangkal banjir hingga 25 tahun ke depan telah selesai disusun.
Namun, pada Kamis (22/4) kemarin, sejumlah titik di Kota Pekanbaru masih saja terendam pasca-dilanda hujan sejak pukul 03.00 WIB dini hari.
Salah satu kawasan yang jadi langganan banjir setiap kali hujan deras adalah Panam, tepatnya di Jalan HR Soebrantas, Jalan Bangau Sakti, Jalan Garuda Sakti, dan sekitarnya.
"Di Bangau parah. Sampai turun polisi. Pandai-pandailah nyari jalan lagi," ujar Eka, warga Kubang yang sehari-hari mengaku lewat Jalan HR Soebrantas menuju tempat kerjanya, Kamis (22/4/2021).
Warga Sukajadi, tepatnya Kelurahan Labuh Baru Timur, Reno merekam banjir di kediamannya dan mengunggahnya di media sosial dengan caption lucu, "Berkah Ramadhan ya bund."
Reno mengatakan, hujan deras sejak dini hari telah menyebabkan air setinggi mata kaki masuk ke ruang tamu rumahnya.
"Yoeeee, berkah ramadhan. Hujan mulai jam 3 tadi subuh, lebat. Makanya banjir ini," ungkapnya.
Sementara, Wakil DPRD Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi meminta Pemko Pekanbaru menabrak aturan-aturan pusat yang sekiranya memperlambat eksekusi program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya terkait penanganan banjir.
Aturan yang dimaksud Azwendi adalah kebijakan Kemendagri yang belum lama ini mengeluarkan aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD).
SIPKD adalah aplikasi yang dibangun oleh Ditjen Kemendagri dalam rangka percepatan transfer data dan efisiensi dalam penghimpunan data keuangan daerah. Akan tetapi, hingga hari ini pengaplikasiannya belum sempurna dan masih menemui banyak kendala. Sehingga, anggaran-anggaran yang sudah dialokasikan malah justru sulit direalisasikan.
"Pada satu sisi, kita lihat kurangnya keseriusan pemerintah mengatasi masalah banjir ini. Sungai, anak sungai, kan sudah jelas siapa penanggung jawabnya. Kita lihat kadang masih saling buang badan antara provinsi dan kota (untuk membersihkan sungai dan drainase). Mereka sebenarnya sudah paham, cuma di lapangannya tidak terealisasi dengan baik," ujarnya.
"Selain itu juga mereka beralasan terkendala ketersediaan anggaran dan aturan yang baru. Kalau kita masih menunggu aturan baru itu, berharap petunjuk dari sana, saya kira kita di daerah tidak bisa jalan maksimal. Ini kan aplikasi baru, kita juga belum bisa memahami dan aplikasinya juga belum bekerja dengan baik. Maka saya sarankan tabrak saja aturan-aturan yang dibuat Mendagri yang kita anggap menyulitkan kita," tambah politisi Demokrat ini.
Selain persoalan banjir, Azwendi juga menyebut beberapa masalah lain yang timbul akibat pemerintah memaksakan diri ikut aturan baru Kememdagri yang belum berjalan dengan baik, misalnya pemeliharaan jalan berlubang dan longsor yang tidak terlaksana, dan drainase tersumbat di sejumlah titik yang tak kunjung dibersihkan.
"Alasannya selalu karena aturan. Anggarannya ada, tapi tidak bisa digunakan karena belum match sama aplikasi yang baru. Makanya, kalau menunggu-nunggu mudhorot-nya lebih banyak, ya lebih baik tabrak saja aturan pusat itu. Pakai sistem yang lama," ungkapnya.
"Ini triwulan pertama sudah habis. Sudah triwulan kedua. Covid-19 juga belum selesai. Masyarakat masih butuh stimulus. Apalagi mau lebaran. Jadi banyak elemen yang tidak bisa berjalan gara-gara aplikasi pengelolaan keuangan daerah dari Kemendagri yang belum bisa berjalan sempurna itu," tutupnya.