Polisi Konsumsi Sabu, Pengamat Sebut Risiko Pekerjaan
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Salah satu anggota kepolisian Polda Riau kembali membuat ulah. Kompol berinisial YC, mantan Kasat Narkoba Polresta Pekanbaru diciduk di Kepulauan Riau (Kepri) sebab diduga mengkonsumsi narkotika jenis sabu.
Kompol YC ditangkap tim gabungan Polda Kepri dan Polda Riau pada Jumat (20/4) lalu. Penangkapan ini dilakukan usai video tiga pria sedang menkonsumsi sabu di dalam mobil di Pekanbaru beredar.
Dalam video tersebut, terlihat tiga pria duduk di dalam mobil. Tak lama, pria yang ada di belakang sopir memberi korek api kepada penumpang yang duduk di sisi kiri mobil. Pria di sisi kiri itu menyalakan korek dan membakar benda yang diduga bong.
Pria bertubuh gemuk yang asyik mengisap diduga sabu itulah yang diduga merupakan Kompol YC. Pada mobil yang dinaiki ketiga pria tersebut tampak juga lambang Korps Bhayangkara pada sisi kanan atas.
Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Kombes Mudji Supriadi membenarkan Kompol YC telag ditangkap dan kasusnya tersebut kini sedang ditangani Ditresnarkoba Polda Riau.
"Kita cuma bantu mengamankan saja. Tim dari Ditnarkoba Riau yang menjemput dan membawa kembali ke Pekanbaru," katanya.
Kompol YC bukan satu-satunya. Pada Maret 2021 lalu, salah satu perwira Polda Riau, Kompol ZM, juga dibekuk karena kasus serupa. Dari penangkapan, polisi menemukan bukti 1 kilogram sabu. Kompol ZM meninggal dunia akibat serangan jantung saat digelandang ke Mapolda Riau.
Tahun lalu ada juga Kompol IZ yang bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau. Ia kedapatan membawa 16 kilogram sabu. Kompol IZ akhirnya dibekuk Tim Ditresnarkoba Polda Riau di Jalan Soekarno Hatta Kota Pekanbaru pada Jumat (23/10/2020).
Pakar Hukum Pidana Universitas Riau, Erdianto Effendi menduga kelakuan menyimpang beberapa anggota kepolisian ini merupakan risiko pekerjaan. Artinya, kebiasaan berinteraksi dengan para kriminal narkoba membuat para polisi mencoba-coba hingga akhirnya terus-terusan mengkonsumsi narkoba, bahkan menjadikannya bisnis.
"Awalnya mereka berinteraksi sama penjahatnya. Terus dicoba bekerja sama, ternyata hasilnya menjanjikan. Kemudian tindakannya tidak ketahuan. Ya jadi begitu," ungkapnya kepada Riaumandiri.co, Senin (5/4/2021).
Selain itu, polisi juga memiliki hak istimewa, seperti kewenangan yang membuat mereka punya akses lebih besar ke para bandar dan penyalahguna narkoba. Hal tersebutlah yang diduga Erdianto juga menjadi salah satu faktor polisi mudah menyalahgunakan keistimewaan yang telah diberikan.
"Hanya, saya kira tindakan institusi kepolisian sudah cukup keras. Dari interaksi saya dengan teman-teman polisi, bahwa kalau ada anggota yang bandel, ketahuan nakal sedikit, akan ditindak," ujarnya.
"Cuma mungkin karena anggota polisi ini banyak, jadi secara eksekusi sulit untuk diawasi. Tapi sejauh pengetahuan saya, propam dan polisi sangat sensitif ketika ada pelanggaran yang dilakukan anggotanya. Pengawasan saya rasa sudah cukuplah. Sering tes urin juga," tambah Erdianto.
Anggota kepolisian yang diibaratkan Erdianto sebagai pagar makan tanaman sebab sebagai penumpas kejahatan justru melakukan kejahatan, akan dipidana terlebih dahulu sebelum nantinya diberhentikan secara tidak hormat, khususnya apabila terlibat kasus narkoba seperti Kompol YC.
"Itu kalau ada masyarakat yang masih tahu ada polisi yang pakai narkoba, itu hanya belum ketahuan saja itu. Kalau sudah terbukti dia pemakai, enggak akan ada ampun. Apalagi Kapolda Riau sekarang kayaknya main sikat aja semua kejahatan," tegasnya.
Dilansir dari Hukumonline.com, polisi yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik. Hal itu karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 5 huruf a PP 2/2003 jo. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri 14/2011).
Oleh karena itu, polisi yang menggunakan naroba akan mendapat hukuman lebih berat daripada masyarakat biasa yang menggunakannya.
"Mereka akan dapat pemberatan hukuman. Mereka itu kebablasan, jadinya pagar makan tanaman," ujar Erdianto.
Diketahui, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian pada 2021 mengalami penurunan sebanyak kurang lebih 1 pesen. Pada 2020, tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian 75,3 persen, sedangkan 2021, menurun jadi 74,4 persen.