Pemerintah Dinilai Mengekang Warga Ketika Mudik Dilarang dan Vaksinasi Diwajibkan
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Pemerntah resmi melarang masyarakat mudik pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Pasalnya, angka penularan dan kematian akibat Covid-19 selalu tinggi setelah beberapa kali libur panjang, khususnya setelah libur Natal dan Tahun Baru lalu.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, keputusan melarang mudik Lebaran 2021 ditetapkan berdasarkan hasil rapat tingkat menteri.
"Ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan. Berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta maupun pekerja mandiri, dan juga seluruh masyarakat," ujar Muhadjir dalam konferensi pers secara virtual, usai rapat, Jumat (26/3/2021) seperti dikutip dari Kompas.com.
Di lain sisi, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Edward OS Hiariej menegaskan, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana.
"Yakni penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta," tegasnya.
Menanggapi keputusan tersebut, Direktur Legal Culture Institute (Leci), M Rizki Azmi meminta pemerintah untuk kembali mengkaji ulang keputusan yang dianggap terlalu terburu-buru tersebut. Sebab, proses vaksnasi yang telah berjalan harusnya membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak mengekang masyarakat.
"Pemerintah perlu berkaca dari kebijakan tahun lalu dan mengevaluasi titik lemahnya dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di saat lebaran di kala pandemi Covid-19," ujarnya kepada Riaumandiri.co, Senin (29/3/2021).
"Regulasi larangan mudik harus dikaji secara mendalam karena beberapa kondisi yang berbeda jauh dari tahun lalu. Program vaksinasi yang sudah berjalan kan dapat menjadi pertimbangan utama. Jangan sampai program peningkatan ekonomi di masa pandemi Covid-19 menjadi terkendala, terutama sektor pariwisata yang sedang digenjot di masa lebaran," sambungnya.
Azmi juga mengatakan, pemerintah wajib membuat regulasi yang nyaman dan konsisten, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih kebijakan seperti tahun lalu.
"Misalnya, Kemenhub yang berbeda pendapat terkait moda transportasi online dengan Kemenkes. Atau beberapa waktu lalu antara Satgas Penanganan Covid-19 dan Kemenhub saling lempar bola dalam isu tracking moda transportasi yang aman," jelasnya.
Tidak sampai di situ, larangan mudik juga mesti dikaji ulang sebab berpotensi melanggar HAM, terutama terkait pembatasan gerak mamusia yang menjadi dominan klausul penegakan HAM.
"Maka regulasi larangan mudik perlu dikaji secara multisektoral dengan melibatkan stakeholder agar lebih aspiratif dan terhindar dari pelanggaran HAM," ungkapnya.
Senada dengan hal itu, Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Hamdani juga menganggap keputusan pemerintah dilematis. Membatasi ruang gerak berarti menekan percepatan ekonomi yang tengah digalakkan. Sebaliknya, membiarkan juga bisa jadi membahayakan masyarakat dalam kondisi pandemi.
"Saya pikir kalau dilarang total akan sulit. Tapi ya kita tunggu ke depannya bagaimana. Soalnya lebaran ini perputaran uang, ekonomi lokal yang akan berimbas kepada ekonomi nasional. Dengan segala protokol kesehatan dan vaksin, saya harap mudah-mudahan bisa mengurangi tingkat penularan Covid-19lah," kata politisi PKS ini.