Korupsi Proyek Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, KPK Periksa Saksi Ahli dari UIR
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Komisi Pemberantasan Korupsi masih berupaya melengkapi berkas perkara Handoko Setiono dalam perkara dugaan korupsi proyek Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Bengkalis. Salah satunya dengan meminta keterangan ahli.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan dua orang tersangka. Selain Handoko Setiono, tersangka lainnya adalah Melia Boentaran. Pasangan suami istri ini adalah Komisaris dan Direktur PT Arta Niaga Nusantara (ANN) selaku rekanan yang mengerjakan proyek tahun 2013-2015.
Penyidik lembaga antirasuah telah menahan kedua tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung sejak 5 Februari hingga 24 Februari 2021 mendatang. Untuk tersangka Handoko Setiono ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, sementara Melia Boentaran ditahan di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK di Gedung Merah Putih.
Pasca penahanan itu, KPK terus menggesa perampungan proses penyidikan dengan memeriksa saksi-saksi. Seperti yang dilakukan pada Senin (15/2/2021) kemarini.
Dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, penyidik telah mengagendakan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi. Semuanya diperiksa di Kota Pekanbaru untuk melengkapi berkas perkara Handoko Setiono.
"Hari ini (kemarin,red) dilakukan pemeriksaan saksi untuk tersangka HS (Handoko Setiono, red) dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri. Pemeriksaan dilakukan di Markas Polda Riau," ujar Ali Fikri, Senin siang.
Adapun 7 orang saksi yang diperiksa itu berasal dari beberapa latar belakang pekerjaan. Mereka adalah Islam Iskandar yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Bengkalis. Lalu, Yudianto selaku ASN di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bengkalis.
Ada pula nama Ardian dari Dinas PUPR Bengkalis. Dia merupakan Pengawas Lapangan pada Proyek Peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil di Kabupaten Bengkalis Tahun Anggaran 2013-2015.
Saksi berikutnya adalah Raja Deni, Ridwan, dan Azmi Miaz dari kalangan swasta. "Prof Dr Ir Sugeng Wiyono MMT, Guru Besar sekaligus Dosen di Universitas Islam Riau (UIR)," pungkas pegawai KPK berlatar belakang Jaksa itu. Untuk saksi yang disebutkan terakhir diyakini adalah saksi ahli.
Diketahui, kedua tersangka ditetapkan pada medio Januari 2020 lalu. Perbuatan keduanya disinyalir telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek multiyears peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Bengkalis, tahun anggaran 2013 sampai 2015.
Atas perbuatannya kedua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan M Nasir selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengerjaan proyek itu. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bengkalis itu telah dihadapkan ke persidangan dan diputus bersalah berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Adapun konstruksi perkara, diduga dalam pengadaan proyek ini, Handoko Setiono diduga berperan aktif selama proses lelang untuk memenangkan PT ANN.
Padahal sejak awal lelang dibuka PT ANN telah dinyatakan gugur di tahap prakualifikasi. Namun dengan dilakukannya rekayasa bersama dengan beberapa pihak di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bengkalis berbagai dokumen lelang fiktif sehingga PT ANN dinyatakan sebagai pemenang tender pekerjaan.
Tersangka Melia Boentaran, juga diduga aktif melakukan berbagai pertemuan dan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pejabat di Dinas PUPR Bengkalis, agar bisa dimenangkan dalam proyek ini.
Dalam proyek ini pun diduga ditemukan berbagai manipulasi data proyek dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp156 miliar dari total nilai kontrak Rp265 miliar.