Beda dengan Sekolah, Kampus Diprediksi Tidak akan Laksanakan Tatap Muka dalam Waktu Dekat
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kampus se-Indonesia, khususnya Riau diprediksi tidak akan melaksanakan pembelajaran tatap muka (reguler) dalam waktu dekat, meski sekolah sudah mendapat lampu hijau dengan pembelajaran terbatas maksimal 4 jam per hari.
Hal ini disampaikan Kepala LPPM Pusat Studi Gender dan Anak, UIN Suska Riau, Sukma Erni. Menurutnya, meski dipandang lebih dewasa, mahasiswa justru lebih sulit dikontrol daripada anak sekolah.
"Ya, benar. Ada perbedaan mendasar antara mahasiswa dan siswa. Kalau siswa itu tinggal dengan orang tua. Jadi kontrolnya jelas. Dan apabila ada fenomena terkait penyakit ini, yang tanggungjawab orang tua. Nah, kalau kampus, mereka datang dari wilayah masing-masing atas nama kuliah. Mau tidak mau orang tua akan lepas kontrol. Mau tidak mau, kampus yang meminta mereka datang, harus bertanggungjawab. Wah, risiko sekali. Puluhan ribu mahasiswa dalam satu kampus? Enggak. Kampus enggak akan bisa jamin," paparnya kepada Riaumandiri.co, Jumat (22/1/2021)
Selain itu, kompleksitas mahasiswa, khususnya UIN Suska Riau yang jumlahnya mencapai 35 ribu jiwa yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, dengan berbagai kebiasaan, termasuk kebiasan abai protokol kesehatan, akan membuat rektor berpikir panjang mengambil risiko.
"Pertama, tentu saja persoalan Covid-19 belum kelar. Justru meningkat, meskipun tidak nampak. Kita tahu sendiri dari yang selama ini kita baca, mutasi virus ini signifikan. Kalau dulu cuma demam, sesak napas, sekarang bisa sampai diare dan segala macam. Artinya semakin melebar, semakin meluas pengaruh-pengaruhnya," paparnya.
"Juga soal vaksin juga belum jelas. Apakah semua masyarakat akan divaksin, ataupun apakah vaksin ini berpengaruh sebagaimana yang diharapkan," tambahnya," tambahnya.
Namun, jika ada perubahan baik yang signifikan dalam 2 hingga 3 bulan ke depan, Sukma memprediksi bisa saja ada perubahan kebijakan dan membuat pembelajaran jadi luring di kampus.
"Saya sendiri, kalau saya rektor, maka saya tidak akan berani membuka kampus sekarang ini. Dan setahu saya, Universitas Brawijaya juga sudah mengeluarkan keputusan bahwa hingga September 2021 tetap daring," ujarnya.
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini juga mengatakan, daring membuat kualitas pembelajaran turun drastis. Namun, ia berpesan agar dosen berinovasi dan mengoptimalkan kondisi yang ada.
"Betul, bahwa kita tidak akan bisa mengikuti full secara rigit silabus yang kita buat. Namun, kita harus bisa mendesign program pembelajaran dengan seminar kecil, kemudian projek. Pertemuan-pertemuan lewat zoom dikurangi saja. Kalau mereka diberi projek, minimal mereka bekerja sendri, berkreasi sendiri, memetakan sendiri konsep yang dosen ajarkan, menemukan sendiri konsep tersebut di lapangan, menganalisis sendiri hingga melaporkan dan menjelaskannya dalam bentuk karya," paparnya.
Selain itu, nilai positif yang dapat diambil dari situasi sulit saat pandemi ini apabila dosen mampu mengoptimalisasi pembelajaran, di mahasiswaantaranya mempelajari teori yang berkaitanakan dengan projek yang diberikan. Mahasiswa akan membaca, menganalisis, dan mensintesiskan, kemudian berusaha sendiri mensinkronisasi teori yang diajarkan di lapangan. Sehingga akan sesuai menganalisis versinya sendiri.
"Artinya mahasiswa akan mengembangkan pengetahuan baru yang didapat dari lapangan, bukan sekadar di kelas saja. Terakhir, mahasiswa akan terlatih berargumentasi lewat laporannya karena mereka harus berusaha meyakinkan dosen bahwa laporannya menarik," tutupnya.
Reporter: M Ihsan Yurin