Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Corona Lewat Radiografi Digital
RIAUMANDIRI.ID, Yogyakarta - Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Bayu Suparta mengembangkan alat tes virus Corona atau COVID-19 dengan teknologi radiografi digital. Alat ini disebut bisa melihat stuktur paru-paru yang terkena virus Corona.
"Alat radiografi digital bisa membuktikan terkena virus atau tidak jika dilihat dari struktur paru-parunya. Bila terkena virus corona maka paru-parunya menjadi rusak. Intinya lewat radiografi, signifikansinya sampai 95 persen," ujar Bayu melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM kepada wartawan, Rabu (15/7/2020).
Dosen Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UGM ini mengatakan meski teknologi radiografi digital bisa mendeteksi tingkat akurasi COVID-19, namun tidak semua rumah sakit memiliki teknologi ini. Menurutnya, dari 3000-an rumah sakit di Indonesia hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat ini dari pemerintah.
"Hanya rumah sakit tipe A diberi alat radiografi digital. Sedangkan yang lain tidak ada. Bisa diprediksi, alat radiografi digital sangat sedikit sehingga menjadi motivasi besar saya sejak lama melakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau," katanya.
Bayu menuturkan penelitiaan riset radiografi digital sudah dilakukannya sejak 30 tahun lalu. Bahkan, penelitiannya sudah diluncurkan pada 15 tahun lalu yang didedikasikannya sebagai produk unggulan UGM.
Namun, hingga sekarang belum sempat dihilirisasi hingga akhirnya diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan puluhan produk inovasi lainnya yang digunakan untuk membantu penanggulangan wabah virus Corona pada 20 Mei lalu di Istana Negara.
"Ketika diluncurkan, saya pikir ini tidak main-main. Saya bersama tim bekerja keras menyempurnakan alat ini," kata dia.
Hingga saat ini, kata Bayu, sudah ada tiga alat radiografi digital buatannya yang sudah diproduksi untuk keperluan mendapatkan izin produksi, izin edar dan uji coba ke pengguna. Menggunakan merek Madeena atau Made in Ina (Indonesia), alat ini sudah dipakai di rumah sakit Tabanan, Bali.
Selanjutnya, lanjut Bayu, dua alat yang lain digunakan sebagai syarat tahapan proses mendapatkan izin produksi massal.
"Soal hilirisasi dan komersial sepenuhnya saya serahkan ke pemerintah dan stakeholder bidang kesehatan. Kita sudah mengajukan izin produksi dan izin edar. Apalagi, Presiden sudah meminta untuk produk inovasi monitoring COVID dipermudah izinnya," katanya.
Soal kemampuan deteksi virus Corona, Bayu berkeyakinan alat buatannya sangat mampu menentukan dan identifikasi untuk prognosis pasien yang terkena virus Corona. Bahkan, dalam operasional alat tersebut menurutnya sangat adaptif dengan teknologi 4.0 dan sangat aman bagi pasien dan tenaga medis.
Salah satu keunggulan alat radiografi digital ini, menurut Bayu, bisa terhubung dengan big data. Sepanjang rumah sakit atau puskesmas memiliki akses internet maka ia bisa mengecek data hasil radiografi pasien dari jarak jauh bila terhubung dengan sistem kesehatan di setiap pusat layanan kesehatan.
"Sangat aman bagi pasien karena dosis radiasi dibuat serendah mungkin. Alat ini dikontrol dengan komputer, lalu sinar X memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor, lalu diolah radiografer diberikan ke tenaga fisika medik. Setelah itu, akan transfer ke dokter secara digital sesuai permintaan," katanya.