Jawaban Tito Saat Ditanya DPR Soal Cepatnya Pembuatan KTP Djoko Tjandra
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Johan Budi mempertanyakan pembuatan kasus e-KTP buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Dia mempertanyakan koordinasi Kemendagri dengan aparat penegak hukum.
Menurut Djohan keduanya seolah tidak saling berkoordinasi, karena akses pembuatan e-KTP terhitung cepat seperti warga berstatus biasa. Padahal Djoko Tjandra merupakan buron.
"Kenapa kasus Djoko Tjandra itu bisa terjadi? Kalau memang dukcapil itu tidak punya hubungan timbal balik dengan penegak hukum, misalnya gini ada seseorang yang sudah DPO, apakah ketika proses orang di DPO biasanya penegak hukum itu menyebar kemana-mana informasinya," kata Johan dalam rapat kerja Komisi II bersama Mendagri, Senin (13/7/2020).
"Itu juga disampaikan kepada Kemendagri, e-KTP palang pintu utama saya tidak bisa hanya bicara tindak pidana saja tapi juga terorisme. Bahaya sekali bisa dapatkan e-KTP dengan cara yang singkat juga," ucap dia.
Johan meminta Tito untuk melakukan pengawasan secara aktif untuk koordinasi terkait hal ini. Sehingga tidak lagi terjadi kasus seperti Djoko Tjandra.
"Saya sarankan Pak Mendagri mendemantory secara aktif koordinasi dengan kepolisian atau kejaksaan atau KPK atau BNPT, dsb. Itu mendeteksi orang-orang yang melakukan tindak pidana kejahatan korupsi, apakah itu terorisme, dan lain lain, Sehingga secara awal bisa difilter di Dukcapil," ujar Johan.
Diketahui pembuatan e-KTP Djoko Tjandra berlangsung 15 menit lamanya. Menanggapi hal itu, Tito menyebut justru waktu cetak tersebut termasuk lama. Menurutnya, jika data sudah terdeteksi malah cukup 5 menit untuk mencetaknya.
"Masalah Djoko Tjandra nanti akan dijelaskan langsung oleh Dirjan Dukcapil, tapi kalau dikatakan kok 15 menit cepat sekali, saya sampaikan, itu lama sekali, karena apa. Karena kita memiliki satu inovasi baru namanya ADM, anjungan dukcapil mandiri," kata Tito.
"Bapak-bapak yang sudah sepanjang datanya tidak ter-delete, datanya masih aktif di sana, sekarang tidak perlu lagi, datang ke kantor dukcapil dengan menghadapi petugas birokrasi panjang-panjang, tapi cukup ke ADM," lanjut Tito.
Tito mengatakan data Djoko Tjandra masih tercatat di Dukcapil sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk mencetak. Menurutnya, data Dukcapil juga tidak ada catatan mengenai tindak pidana seseorang. Sehingga petugas dukcapil melayani siapapun orang yang datang.
"Saya pun sudah ngecek di kasus Djoko Tjandra ini, ternyata datanya itu masih ada, tapi nonaktif ya, tapi tidak ter-delete, persoalannya adalah petugas Dukcapil tidak mengetahui, begitu lihat datanya ada ya semua orang dilayani, kemudian dibuatkan KTP, dicetak KTP-nya," ujarnya.
"Bagi saya ini jadi pelajaran juga, saya sampaikan ke Pak Zudan, sebetulnya kalau kita mendasarkan pada aturan yang ada, tidak salahnya, kenapa, karena kita tidak mendapatkan pemberitahuan yang bersangkutan ini warga negara Papua Nugini, kemudian yang bersangkutan buronan, suratnya kepada dukcapil nggak ada, sehingga petugas di lapangan sana ini mereka tidak tahu," sambung Tito.