Dikembangkan dari Uang Rakyat, Obat Covid-19 Seharga Rp33,5 Juta Dinilai Terlalu Mahal
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Perusahaan farmasi Gilead Sciences berkantor pusat di Foster City, California mengumumkan harga resmi obat Covid-19 bernama Remdisivir. Anti-virus tersebut dipasarkan dengan harga USD 2.340 atau setara Rp 33,5 juta.
Menyadur CNN pada Kamis (01/07/2020) perilisan harga obat Covid-19 disambut dengan jeritan karena dianggap terlalu tinggi dan belum tentu ampuh menyembuhkan pasien Covid-19. Dr. Steven Nissen dari Cleveland Clinic mengatakan obat ini terlalu mahal dan belum terbukti mengurangi angka kematian.
Ia lebih setuju jika obat ini diditribusikan secara cuma-cuma, karena pengembangan obat ini menggunakan pajak rakyat. "Ini dikembangkan menggunakan dana pembayar pajak yang signifikan."
"Remdesivir harus berada dalam domain publik karena obat tersebut menerima setidaknya USD 70 juta (Rp 1 triliun) dalam pendanaan publik untuk pengembangannya," katanya.
Pihak Gilead mengatakan, harga ini berlaku untuk Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Untuk pasien asuransi swasta, obat yang bisa mempersingkat masa pemulihan pasian Covid-19 ini dijual dengan harga USD 3.120 atau Rp 44,7 juta.
Harga yang dibayarkan pasien untuk obat ini bisa berbeda-beda tergantung dari tanggungan asuransi, pendapatan dan faktor lainnya.
"Kami berada di wilayah yang belum dipetakan dengan menetapkan harga obat baru, obat baru, dalam pandemi," kata kepala eksekutif Gilead, Dan O'Day.
Remdesivir sebelumnya dikembangkan untuk mengatasi infeksi virus Ebola dan virus Marburg yang secara struktural mirip dengan virus Covid-19. Pada pasien Ebola, obat ini tidak memberikan dampak buruk.
Obat ini diberikan melalui suntikan dan termasuk obat keras yang bekerja dengan cara mengganggu proses penggandaan (replikasi) inti virus.(nan/cnn)