Dosen UGM Ciptakan Alat Deteksi Covid-19
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Peneliti yang juga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Suparta menciptakan alat pendeteksi virus Covid-19 dengan menggunakan radiografi digital. Dia menyebut alat deteksi bikinannya ini memiliki signifikasi terhadap Covid-19 hingga 95 persen.
Bayu membandingkan, saat ini ada dua alat deteksi Covid-19 yang dipakai yaitu rapid test dan uji PCR atau swab test. Dari kedua alat deteksi tersebut, tingkat akurasi rapid test hanya 30 persen sementara untuk PCR mencapai 75 persen.
“Alat radiografi digital bisa membuktikan terkena virus atau tidak jika dilihat dari struktur paru-parunya. Bila terkena virus corona maka paru-parunya menjadi rusak. Intinya lewat radiografi, signifikansinya sampai 95 persen,” ujar Bayu seperti dikutip dari Vivanews.com pada Sabtu (27/6/2020).
Dosen Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM ini mengatakan, meski teknologi bisa mendeteksi tingkat akurasi Covid-19, namun tidak semua rumah sakit memiliki teknologi ini. Menurut dia, dari 3000-an rumah sakit di Indonesia hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat ini dari pemerintah.
“Hanya rumah sakit tipe A diberi alat radiografi digital. Sedangkan yang lain tidak ada. Bisa diprediksi alat radiografi digital sangat sedikit sehingga menjadi motivasi besar saya sejak lama melakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau,” katanya.
Meski belum mau menyebut harga untuk alat radiografi buatannya, namun Bayu meyakinkan bahwa harga alat radiografi buatannya jauh lebih murah dari alat yang sama buatan luar negeri yang diimpor.
“Impian saya, kita bangga dengan produk inovasi kita sendiri, bayangkan 9.000 puskesmas bisa memilikinya karena harganya terjangkau,” harap Bayu.
Bayu menerangkan, dirinya sudah sejak 30 tahun lalu menekuni penelitian riset radiografi digital. Bayu menyebut hasil penelitiannya itu sudah dibuatnya sejak 15 tahun lalu.
Namun, penelitian itu belum sempat dihilirisasi. Bayu menyebut penelitian radiografi digital miliknya baru diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan puluhan produk inovasi lainnya yang digunakan untuk membantu penanggulangan wabah Covid-19 pada 20 Mei 2020 lalu di Istana Negara.
“Ketika diluncurkan, saya pikir ini tidak main-main. Saya bersama tim bekerja keras menyempurnakan alat ini,” katanya.
Hingga saat ini, kata Bayu, sudah ada tiga alat radiografi digital buatannya yang sudah diproduksi untuk keperluan mendapatkan izin produksi, izin edar dan uji coba ke pengguna. Bayu menyebut produknya yang diberi merek Madeena atau Made in Ina (Indonesia), saat ini sudah dipakai di rumah sakit Tabanan Bali. Sementara itu dua alat ciptaan Bayu lain digunakan sebagai syarat tahapan proses mendapatkan izin produksi massal.
“Soal hilirisasi dan komersial sepenuhnya saya serahkan ke pemerintah dan stakeholder bidang kesehatan. Kita sudah mengajukan izin produksi dan izin edar. Apalagi, Presiden sudah meminta untuk produk inovasi monitoring Covid-19 dipermudah izinnya,” ucap Bayu.
Bayu meyakini alat radiografi digital bikinannya sangat mampu menentukan dan identifikasi untuk prognosis pasien yang terkena Covid-19. Bahkan, dalam operasional alat tersebut menurutnya sangat adaptif dengan teknologi 4.0 dan sangat aman bagi pasien dan tenaga medis.
”Sangat aman bagi pasien karena dosis radiasi dibuat serendah mungkin. Alat ini dikontrol dengan komputer, lalu sinar memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor, lalu diolah radiografer diberikan ke tenaga fisika medik. Setelah itu, akan transfer ke dokter secara digital sesuai permintaan,” urai Bayu.
Bayu menambahkan salah satu keunggulan alat radiografi digital ini yaitu bisa terhubung dengan big data. Sepanjang rumah sakit atau puskesmas memiliki akses internet maka bisa dilakukan pengecekan data hasil radiografi pasien dari jarak jauh bila terhubung dengan sistem kesehatan di setiap pusat layanan kesehatan.