Pemerintah Batal Ajukan Banding Kasus Blokir Internet Papua, Ini Alasannya
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia memutuskan membatalkan pengajuan banding atas vonis melanggar hukum dalam kasus pemblokiran koneksi internet di Papua tahun 2019.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyatakan pemerintah menghormati keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memutus Presiden RI dan Menkominfo melanggar hukum dalam kasus pemutusan koneksi internet di Papua tahun 2019.
"Pemerintah di bawah leadership Pak Jokowi menghormati keputusan PTUN dan mempertimbangkan tidak meneruskan banding," kata Johnny, Sabtu (20/6/2020).
Proses pembatalan banding itu berdasarkan Surat Pemberitahuan Pembatalan Banding nomor 155/SJ.4/HK.07.02/06/2020 yang diterbitkan Biro Hukum Sekretariat Jendral Kemenkominfo. Surat itu sudah dikonfirmasi kepada Menkominto, Johnny G Plate.
"Dengan ini mengajukan pencabutan permohonan Banding Pembanding dahulu Tergugat yang telah didaftarkan pada tanggal 12 Juni 2020 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sebagaimana tercantum pada Akta Permohonan Banding Nomor 30/G/TF/2016/PTUN-JKT tertanggal 12 Juni 2020," tulis salinan surat tersebut.
Surat itu ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara melalui Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Surat tersebut juga mencantumkan identitas Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai Pembanding II/dahulu Tergugat I.
Sebelumnya, gugatan kepada Presiden Jokowi dan Menkominfo Johnny G Plate terkait pemutusan akses internet di Papua dilayangkan oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Dalam putusannya, hakim meminta Presiden Joko Widodo dan Menkominfo Johnny G Plate untuk tidak mengulangi lagi kebijakan serupa.
"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," ucap Hakim PTUN saat membacakan putusan, Rabu (3/6).
Majelis hakim menilai tindakan pemutusan akses internet ini menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan. Antara lain, Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjadi dasar hukum Kemenkominfo memperlambat dan memblokir internet.
Majelis hakim menilai kewenangan yang diberikan dalam pasal tersebut hanya pada pemutusan akses atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang "bermuatan melawan hukum".
"Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet," kata majelis hakim.
Majelis hakim juga menyatakan alasan diskresi yang digunakan Kemenkominfo untuk memperlambat dan memblokir internet dinilai tidak memenuhi syarat sesuai diatur dalam Undang Undang Administrasi Pemerintah 30/2014.