Diskusi Ilmiah Kadernya Dapat Teror, PP Muhammadiyah: Gejala Ala Orde Baru
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Diskusi daring bertajuk "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" resmi dibatalkan dengan alasan keamanan.
Berdasarkan penelusuran, Prof. Ni'matul Huda yang diundang sebagai pembicara dalam diskusi tersebut aktif di bidang hukum Pimpinan Wilayah Aisyiyah DIY.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM serta Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas menilai, dampak diskusi yang sedianya diselenggarakan mahasiswa CLS FH UGM tersebut memiliki poin buruk.
"Jika kejadian seperti ini [dugaan teror hingga menyebabkan diskusi dibatalkan] terjadi satu kali, mungkin maknanya sederhana. Tetapi ketika kasus ini berulang sejak dahulu, maka ada gejala praktik ala orde baru diulang lagi. Jelas, pembunuhan terhadap demokrasi," paparnya, Sabtu (30/5/2020).
Menurutnya, teror yang ditunjukkan oknum terhadap sejumlah panitia tersebut tidak beretika dan memiliki level rendah.
"Bukan hanya level TK tapi PAUD. Karena semua orang tahu, Muhammadiyah itu sejak awal latar belakang adalah pencerah dalam bidang pendidikan," kata dia.
Sebelumnya, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Fathul Wahid juga menegaskan, diskusi yang mengundang guru besar Hukum Tata Negara FH UII tersebut murni diskusi ilmiah. Tidak berkaitan dengan makar sebagaimana dituduhkan oknum melalui media massa dan media sosial.
Tema pemberhentian presiden dari jabatannya merupakan isu konstitusional yang diatur dalam pasal 7A dan 7B UUD 1945 RI. Materi ini lazim disampaikan kepada mahasiswa dalam mata kuliah Hukum Konstitusi.
"Tindakan intimidasi terhadap penyelenggara dan narasumber diskusi sungguh tidak dapat dibenarkan, baik secara hukum maupun akal sehat. Sivitas akademika UII menilai tindakan dimaksud bukan hanya tidak proporsional, melainkan juga mengancam kebebasan berpendapat yang dijamin UUD 1945," ungkapnya.
Ia menyampaikan, Sivitas UII mengutuk keras tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum tertentu terhadap panitia penyelenggara dan narasumber dalam diskusi yang diselenggarakan CLS Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) tersebut.
Fathul juga meminta penegak hukum untuk memproses, menyelidiki dan melakukan tindakan hukum terhadap oknum pelaku tindakan intimidasi. Selanjutnya, ia meminta agar aparat hukum memberikan perlindungan kepada panitia penyelenggara dan narasumber, serta keluarga mereka dari tindakan intimidasi.
"(UII) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mengawal penuntasan kasus ini. Agar terjamin tegaknya HAM dalam rangka melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia," sambungnya.
Sebelumnya, beredar keterangan resmi dari FH UGM yang ditandatangani oleh dekan fakultas terkait yang membeberkan sejumlah dugaan intimidasi verbal lewat pesan singkat kepada sejumlah pihak yang terlibat dalam diskusi tersebut.
Tidak hanya menyasar panitia penyelenggara, teror juga ditujukan kepada pembicara, moderator hingga keluarga dari panitia.
Teror tersebut berupa pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman. Teror dan ancaman ini bahkan berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020.
"Halo pak. Bilangin tuh ke anaknya ******* Kena pasal atas tindakan makar. Kalo ngomong yg beneran dikit lahhh. Bisa didik anaknya ga pak!!! Saya dari ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan main-main pak. Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke Polres Sleman. Kalo gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo ga bisa bilangin anaknya," tulis pesan singkat kepada keluarga salah satu panitia.