Saut Situmorang ke Ketua KPK: Publik Pemilik Dana Perlu Tahu Apa yang Anda Lakukan
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai gaya KPK yang tak mengumumkan status penetapan tersangka terlebih dahulu menandakan ketidakterbukaan lembaga antirasuah itu. Menuru Saut dalam pemberantasan korupsi, KPK harus menentukan ukuran performa kerja atau key performance indicator (KPI) terlebih dahulu.
"Yang utama itu KPI Anda apa dulu, kinerja yang Anda sepakati dari sisi pencegahan dan penindakan itu apa? Itu yang utama. Baru kemudian, style, strategi dan hal-hal taktis atas KPI yang Anda sepakati," kata Saut seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (8/5/2020).
Saut mengatakan apa pun gaya yang digunakan dalam memberantas korupsi harus tetap memiliki nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Aspek transparansi serta checks and balances, sebut dia, juga penting.
"Most likely strategi dan taktis ini juga bisa berubah (fleksibel). Yang tidak berubah mestinya value atau nilai-nilai penegakan hukum yang Anda harus emban di organisasi Anda. Nilai-nilai itu di antaranya kejujuran, kebenaran, dan keadilan, sehingga tercipta kepastian hukum, transparansi, checks and balances, dan seterusnya," sebutnya.
Sebab, menurut Saut, jika dalam kerja KPK tidak ada keterbukaan informasi, diyakini akan menimbulkan kecurigaan. Untuk itu, Saut mengingatkan setiap kerja KPK harus dilaksanakan dengan keterbukaan.
"Semakin besar ketertutupan, semakin besar kecurigaan. Itu sebabnya, manajemen modern dalam public policy adalah keterbukaan, termasuk keterbukaan Anda melakukan atau tidak melakukan penindakan dan pencegahan korupsi. Di mana publik, pemilik dana yang Anda pakai, berhak memiliki informasi Anda melakukan atau tidak melakukan sesuatu," tuturnya.
Untuk diketahui, KPK era Firli Bahuri memang memiliki cara baru perihal transparansi penetapan tersangka. KPK sekarang tidak mengumumkan status penetapan tersangka terlebih dahulu, melainkan langsung ditangkap.
Cara itulah yang dilakukan ketika penangkapan dua orang dalam pengembangan kasus suap di Kabupaten Muara Enim. Saat itu, KPK menangkap dua orang yang ternyata sudah berstatus tersangka tanpa ada pengumuman penetapannya lebih dulu.
"Penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status tersangka adalah ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini," ujar Firli, Senin (27/4/2020).
Pernyataan itu sempat dikritik Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW menyebut Firli harus membaca ulang Undang-Undang KPK yang memuat asas keterbukaan.
Sejurus dengan hal itu, KPK memberikan penjelasan. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan memang saat ini lembaga antikorupsi itu tengah mengevaluasi proses penetapan tersangka. Menurut Nawawi, pengumuman tersangka ke publik sebelum yang bersangkutan dalam genggaman KPK akan menimbulkan potensi yang bersangkutan melarikan diri.
"Sejak pengumuman status tersangka tersebut terkadang memakan waktu yang lama baru tahapan pemanggilan terhadap mereka. Akibatnya, itu yang menjadi ruang bagi tersangka untuk melarikan diri. Ini praktik seperti itu yang potensi memberi ruang para tersangka melarikan diri," ujar Nawawi.
"Jadi praktik seperti itu berpotensi memberi ruang kepada para tersangka melarikan diri. Ini yang coba kami evaluasi dan benahi dengan memulai model, saat pengumuman tersangka, tersangka sudah ditangkap terlebih dahulu. Saat diumumkan statusnya, langsung dimulai dengan tindakan penahanan. Ini model yang mulai coba dilakukan untuk meminimalkan banyaknya tersangka yang melarikan diri dan ujungnya di-DPO," imbuh Nawawi.