SMSI Riau Dukung Permintaan Dewan Pers Agar Pembahasan RUU Stop Sampai Pandemi Covid-19 Berakhir
RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Riau mendukung pernyataan Dewan Pers, agar pemerintah bersama DPR menghentikan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja.
"Di tengah bangsa ini berperang melawan pandemi virus corona Covid-19, sejatinya kita fokus bersama-sama menghadapinya," ujar Ketua SMSI Riau, Novrizon Burman, didampingi Sekretaris Mohammad Moralis, dalam siaran persnya, Jumat (24/4/2020).
SMSI Riau dengan 50-an anggotanya, tegas Novrizon Burman, mendukung pernyataan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang menolak dilanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR.
"Di saat negara dilanda bencana pandemi Covid-19, tidak elok Pemerintah memaksakan sesuatu yang terkesan mencari peluang dalam kesempitan. Mari kita fokus melawan virus Corona (Covid-19)," ujarnya seraya mengatakan mestinya seluruh menteri fokus membantu Presiden saat negara ditimpa bencana ini.
Dewan Pers dalam rilisnya, Sabtu 18 April 2020, meminta Pemerintah dan DPR RI menunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja serta RUU lainnya, sampai negara dalam kondisi kondusif, yaitu sampai wabah pandemi Covid-19 berakhir.
"Terhadap sikap Dewan Pers ini, kita SMSI Provinsi Riau mendukung penuh agar DPR dan Pemerintah stop dulu pembahasan kedua RUU ini," timpal Sekretaris SMSI Riau, Mohammad Moralis.
Menurutnya, jika keadaan sudah kondusif, tepatnya pandemi Covid-19 sudah berakhir, maka proses legislasi dapat berjalan secara layak, memadai, dan memperoleh legitimasi. "Saran dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas Pers, dapat secara maksimal ditampung untuk kesempurnaan RUU tersebut."
Seperti diberitakan, Menkumham Yassona Laoly dan Komisi III DPR dalam Rapat Kerja tanggal 4 April 2020, sepertinya sepakat melanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja. Bahkan, draftnya telah dikirim Pemerintah ke DPR.
Adapun item RUU KUHP yang menjadi penolakan Dewan Pers berkaitan dengan pasal yang memengaruhi kemerdekaan pers, yakni pasal 217- 220 (tindak pidana terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden). Kemudian, pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap Pemerintah serta pasal 262 dan 263 mengenai penyiaran berita bohong.
Dewan Pers juga mempersoalkan pasal 281 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Berikut pasal 304 sampai 306 yaitu tindak pidana terhadap agama. Selanjutnya, pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Masih dalam RUU KUHP yaitu pasal 440 yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, sedangkan pasal 446 tentang pencemaran terhadap orang mati.
Pada RUU Cipta Kerja, Dewan Pers menyorot adanya upaya perubahan terhadap pasal 11 dan pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.