Ilmuwan Sebut Wabah Corona Dimulai September dan Bukan di Wuhan
RIAUMANDIRI.ID, CAMBRIDGE - Wabah virus corona kemungkinan sudah dimulai pada pertengahan September 2018 dan kota Wuhan bisa jadi bukan area di mana virus ini pertama kali bermula. Demikian hasil sementara riset dari ahli genetik University of Cambridge, Peter Forster.
Forster memimpin proyek penelitian untuk memahami proses terjadinya pandemi COVID-19. Mereka pada akhirnya berharap dapat menemukan orang pertama yang positif corona sebagai sumber wabah awal.
Mereka menciptakan analisis jaringan dengan lebih dari 1.000 genom virus corona. Ada tiga tipe virus ini, mereka sebut A, B, dan C. Tipe A paling mirip dengan virus corona di kelelawar dan diperkirakan sebagai genom virus orisinal yang menjangkiti manusia.
Tipe itu ditemukan di individu China dan Amerika, sedangkan versi mutasi ditemukan di para pasien dari Australia dan juga Amerika. Namun, tipe A bukan jenis yang paling banyak ditemukan di Wuhan, kota pertama di mana COVID-19 pertama kali teridentifikasi, melainkan tipe B.
Tipe C adalah 'anak' dari tipe B, terindentifikasi di kasus-kasus awal di Eropa, Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong, tapi tampaknya absen di China daratan. Berdasarkan data yang mereka kumpulkan, wabah virus corona tampaknya dimulai antara 13 September sampai 7 Desember 2019.
"Ini adalah asumsi terbaik yang bisa kami buat saat ini, sambil menunggu analisis sampel dari pasien lain yang disimpan di rumah sakit pada 2019," kata Forster, dikutip detikINET dari Newsweek.
Ia menambahkan, ada kemungkinan wabah corona sebenarnya tidak berasal dari Wuhan karena sampai 17 Januari, hampir semua pasien di sana menderita tipe B. Sedangkan di Guangdong, provinsi yang cukup jauh dari Wuhan, 7 dari 11 pasien malah menderita tipe A.
"Saya cenderung mengatakan penyebaran orisinal dimulai lebih cenderung di selatan China," cetusnya, sembari menggarisbawahi masih dibutuhkan riset lanjutan termasuk dengan meneliti lebih banyak kelelawar dan mungkin hewan lain yang disebut sebagai sumber corona.
"Proyek riset semacam ini akan membantu kita memahami bagaimana transmisi terjadi dan menolong kita mencegah kejadian yang sama di masa depan," cetusnya.