Pakar Digital Sebut Pelatihan Kartu Prakerja Tak Lebih Penting dari Bantuan Sembako
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Pemerintah sudah mulai membuka pendaftaran program Kartu Prakerja 2020 di tengah pandemi Covid-19. Bantuan yang awalnya hanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang mengenyam pendidikan formal, kini diperluas ke para pekerja maupun pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak penghidupannya karena pandemi virus Corona.
Namun sebelum bisa mendapatkan insentif yang jumlahnya mencapai Rp 3.550.000, masyarakat diharuskan untuk melakukan pendaftaran dan menyelesaikan serangkaian pelatihan berbayar yang juga dibiayai oleh pemerintah masing-masing Rp 1 juta untuk setiap anggota Kartu Prakerja.
Lalu setiap anggota baru akan diberikan bantuan pasca-pelatihan Rp 600.000 selama empat bulan berturut-turut. Jumlah calon peserta prakerja yang sudah lolos verifikasi 900.000an orang itu pun dikritisi oleh praktisi digital, salah satunya Anthony Leong.
"Tentu program Kartu Prakerja merupakan berita baik bagi masyarakat Indonesia, khususnya di situasi seperti ini. Tapi alangkah lebih baik jika ada beberapa anggaran yang dapat dialokasikan secara efisien. Salah satunya insentif untuk pelatihan kompetensi dan keterampilan pekerja sejumlah 1 juta rupiah per anggota. Ini harusnya bisa dialokasikan oleh pemerintah yang lebih kongkrit misalkan sembako. Yang penting pemegang kartu pra kerja sudah ada screening atau assessment dulu agar tepat sasaran. Bayangkan slot 1 juta itu dialokasikan untuk sembako ini akan sangat luar biasa dampaknya," ujar Pakar Digital, Anthony Leong dalam keterangannya yang diterima riaumandiri, Kamis (16/4/2020).
CEO Menara Digital itu menambahkan bahwa tidak seharusnya pelatihan online yang memang disediakan oleh digital platform mitra resmi pemerintah tersebut dipungut biaya lagi sebanyak Rp 200.000 per modul setiap orangnya. Menurut Anthony, perlu adanya transparasi seperti apa proses penunjukan dari mitra penyedia platform online tersebut.
"Penerapan online seharusnya bisa membuat segala sesuatu menjadi lebih efektif dan efisien, low cost high impact. Alokasi anggaran pemerintah harusnya sekali saja dibayar untuk pembentukan platform atau maintenance, tidak setiap mau mengakses modul dikenakan biaya lagi. Harus transparan juga. Sangat disayangkan jika anggaran triliunan pemerintah tidak teralokasi dengan baik," tambahnya.
Pengusaha muda yang juga Fungsionaris Badan Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) ini melanjutkan bahwa perlu adanya pembekalan yang konkret untuk penerima kartu pra kerja seperti bagaimana menjadi seorang pengusaha. Akan tetapi yang mengisi atau memberikan pelatihan juga harus dari seorang pengusaha yang sudah mengerti pasang surut bisnis.
"Pengusaha lebih bicara kepada praktek, bukan teori. Pelatihan entrepreneurship menjadi penting untuk penerima kartu pra kerja, dan teman-teman dunia usaha dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia serta HIPMI siap hadir untuk turut membantu pemerintah dalam menyediakan platform pelatihan kewirausahaan dan dapat digunakan secara gratis. Jadi anggaran pemerintah dapat dipakai untuk memberikan bantuan seperti sembako untuk rakyat yang sedang sangat membutuhkan," tutupnya.