Pemprov Jangan Membangun di Lahan Sengketa
PEKANBARU (HR)-Pemprov Riau diingatkan untuk tidak memaksakan diri membangun gedung atas fasilitas fisik di atas lahan sengketa. Karena hal tersebut akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari.
Demikian diungkapkan pengamat hukum, Zulkarnain S, SH, MH, Rabu (1/4). Hal tersebut dilontarkannya menanggapi maraknya permasalahan yang timbul terkait pendirian bangunan oleh Pemprov Riau di atas lahan yang dinilai bukan milik Pemprov Riau.
Ia mencontohkan, sengketa lahan antara Pemprov Riau dengan Erizal Muluk terkait lahan seluas 0,5 hektare yang di atasnya dibangun Kantor Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Riau. Dalam proses hukum, Erizal Muluk akhirnya memenangkan perkara ini. Begitu juga dengan sengketa lahan pembangunan Stadion Utama Riau seluas 2,5 hektare. Dalam perkara ini, warga dan PT Hasrat Tata Jaya (HTJ), memenangkan gugatan atas sengketa lahan itu.
Yang terbaru, terkait pembangunan gudang milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau seluas dua hektare, yang dibangun diatas lahan milik mantan anggota DPRD Riau, H Djufri Hasan Basri. Lahan itu berada di kawasan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru. Tak terima lahannya diserobot, Djufri pun mengajukan gugatan ke sejumlah pihak di lingkungan Pemprov Riau.
Menurut Zulkarnain, bila Pemprov mengetahui lahan tersebut belum jelas status hukumnya, mestinya Pemprov Riau menyelesaikan terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait. "Artinya, Pemprov Riau tidak boleh memaksakan diri melanjutkan pembangunan jika lahan tersebut masih bersengketa. Harus jelas dulu status hak milik atas tanah tersebut," kata Zulkarnain yang juga merupakan dosen di Universitas Islam Riau (UIR).
Apabila lahan tersebut bersengketa atau milik pihak lain, Pemprov Riau harus melakukan pembicaraan dan mediasi dengan pihak sebagai pemilik tanah. Selain langkah tersebut, lanjut Zulkarnain, pihak Pemprov Riau juga bisa melakukan penyelesaian perkara melalui gugatan perdata.
Siap Fasilitasi
Sementara itu, Kepala BPBD Riau, Said Saqlul Amri mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi dalam upaya menyelesaikan kasus kepemilikan lahan tersebut. Asalkan ada surat tanah yang membuktikan bahwa tanah tersebut benar atas nama yang bersangkutan.
Dikatakannya, terkait dengan kasus kepemilikan lahan tersebut, pihaknya sebelumnya juga telah memfasilitasi pertemuan hingga ke Biro Hukum, guna mendapatkan jalan terbaik.
" Untuk membuktikannya, pemilik harus bisa menunjukkan bukti yakni surat sertifikat tanah asli yang menyatakan atas namanya. Jika itu sudah ada, maka kita akan memfasilitasi untuk mendapatkan ganti rugi sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)," ujarnya.
Diakuinya, memang pembangunan gudang BPBD tersebut dibangun atas dasar karena tanah tersebut dinyatakan sebagai aset daerah dan milik pemerintah. "Kita membangun karena ketidaktahuan, karena tanah tersebut sudah dinyatakan sebagai aset daerah makanya kita bangun," tutur Said.
Said juga mengatakan bahwa hingga kini Djufri masih belum bisa menunjukkan buktinya, karena sebelumnya pemilik mendapatkan proyek makanya di jaminkan ke Dinas Transmigrasi. Akan tetapi, berdasarkan Undang-undang berlaku, apabila tanah tersebut sudah menjadi aset negara maka pemilik tidak bisa melakukan penuntutan. Artinya negara hanya membayar sebatas NJOP tanah. (dod, nie)