Negara Lain Sibuk Hadapi Corona, Tiongkok Tingkatkan Latihan Militer di Laut China Selatan
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Tiongkok dikabarkan tengah meningkatkan latihan militer di Laut China Selatan di saat negara lain babak belur dan sibuk menangani pandemi virus Corona COVID-19 yang berasal dari Wuhan, China.
Dikutip dari American Military News, Tiongkok memanfaatkan situasi pandemi COVID-19 dengan mengerahkan dan melakukan latihan militer di perairan Laut China Selatan yang mengalami sengketa dengan negara-negara tetangga.
Analis keamanan AS mengamati gerakan militer Tiongkok untuk memperebutkan laut yang kaya akan bahan bakar fosil itu.
American Military News juga mengatakan bahwa Tiongkok dalam perjalanan untuk memonopoli cadangan minyak dan gas yang mencakup hampir 85 persen dari Laut China Selatan, dan hingga kini bersengketa di perairan utara Kepulauan Natuna, Indonesia.
Tiongkok diklaim mengadakan latihan militernya ke perairan yang disengketekan, sementara negara-negara tetangga sibuk berurusan dengan virus corona di negaranya masing-masing.
Pada 31 Maret 2020, media asing The New York Times juga menyoroti sengketa Laut China Selatan itu dengan artikel berjudul 'China Chases Indonesia's Fishing Fleets Staking Claim to Sea's Riches'.
Dalam artikel itu, The New York Times mewawancarai seorang nelayan lokal yang bernama Dedi.
"Mereka (nelayan-nelayan Tiongkok) datang ke perairan kami dan membunuh segalanya. Saya tidak mengerti mengapa pemerintah kami tidak melindungi kami," kata dia, seperti dilansir dari The New York Times.
Menurut kesaksian para nelayan yang diwawancarai oleh The New York Times, hanya sehari setelah Jokowi pergi, nelayan-nelayan Tiongkok yang dikawal kapan Garda Nasional mereka kembali menjarah perairan Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia membantah adanya gangguan oleh Tiongkok. Pemerintah Indonesia juga tidak menyediakan data tentang serbuan kapal-kapal nelayan asing.
Pemimpin lokal di Natuna tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di dekat pantai wilayahnya
"Ada periode kosong, lalu Tiongkok kembali. Nelayan kami merasa takut," kata Wakil Bupati Kepulauan Natuna, Ngesti Yuni Suprapti.
Tiongkok mengklaim, perairan Natuna sebagai wilayah pencarian ikan tradisional dari nelayan-nelayan mereka.
Namun, Tiongkok memiliki tujuan yang jauh lebih besar, yakni tujuan strategis. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu menetapkan sembilan titik yang dihubungkan dengan garis putus-putus (Nine Dash Line) sebagai wilayah perairan tradisional mereka. Wilayah ini mencakup seluruh Laut Cina Selatan.
Pemerintah Tiongkok sebenarnya mengakui kedaulatan Indonesia atas Natuna, tetapi Kementerian Luar Negeri Tiongkok menggambarkan perairan sengketa itu sebagai 'daerah penangkapan ikan tradisonal' negaranya.
"Apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa Tiongkok memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Januari 2020 lalu.
Sementara itu, pejabat AS menuding, para pejabat China mengambil keuntungan dari pandemi virus corona untuk meningkatkan keunggulan militer atas tetangga mereka dalam jalur pelayaran internasional yang kritis.
"Kami meminta RRC untuk tetap fokus pada mendukung upaya internasional untuk memerangi pandemi global dan untuk berhenti mengeksploitasi gangguan atau kerentanan negara lain untuk memperluas klaimnya yang melanggar hukum di Laut Cina Selatan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus Senin, merujuk ke Republik Rakyat Tiongkok, seperti dilansir dari washingtonexaminer.com, Senin (6/4).