Dilema Masyarakat Kelas Bawah, Lebih Takut Mati Kelaparan daripada Virus Corona
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Pemerintah India telah memberlakukan status lockdown untuk menghentikan penyebaran wabah virus Corona COVID-19. Orang-orang telah diperintahkan untuk tetap tinggal di dalam rumah, tetapi bagi banyak penerima upah harian, ini bukanlah suatu pilihan.
Wartawan BBC Vikas Pandey mencari tahu bagaimana mereka mengatasi hari-hari menjelang aturan tersebut pada Selasa kemarin.
Para pekerja Chowk di Noida biasanya penuh dengan ratusan orang mencari pekerjaan sebagai buruh bangunan.
Seperti dilansir dari laman BBC, Rabu (25/3/2020), persimpangan kecil jalan-jalan di daerah pinggiran kota Delhi ini adalah titik panas di mana para developer datang untuk merekrut pekerja.
Namun, pemandangan berbeda terlihat ketika masa awal lockdown.
Ramesh Kumar, yang berasal dari Distrik Banda di negara bagian Uttar Pradesh, mengatakan bahwa ia tahu "tidak akan ada orang yang mempekerjakan kami, tetapi kami masih mengambil peluang".
"Saya mendapat 600 rupee (Rp 127.032) setiap hari dan saya memiliki tanggungan sebanyak lima orang untuk diberi makan. Kami akan kehabisan makanan dalam beberapa hari. Saya tahu risiko virus Corona COVID-19, tetapi saya tidak bisa melihat anak-anak saya kelaparan," dia berkata.
Jutaan penerima upah harian lainnya berada dalam situasi yang sama.
Lockdown diumumkan oleh Perdana Menteri Narendra Modi pada Selasa malam, berarti mereka sekarang tidak menghadapi prospek pendapatan selama tiga minggu ke depan. Kemungkinannya, beberapa dari mereka akan kehabisan makanan dalam beberapa hari mendatang.
India telah melaporkan lebih dari 500 kasus yang dikonfirmasi dan setidaknya 10 orang telah meninggal.
Beberapa pemerintah negara bagian, termasuk Uttar Pradesh di utara, Kerala di selatan dan ibu kota nasional Delhi, telah menjanjikan transfer tunai langsung ke rekening pekerja seperti kepada Kumar.
Pemerintah Perdana Menteri Modi juga telah berjanji untuk membantu para penerima upah harian yang terkena dampak lockdown itu.
Tetapi ada tantangan logistik yang terjadi.
Setidaknya 90% tenaga kerja India dipekerjakan di sektor informal, menurut Organisasi Perburuhan Internasional. Mereka bekerja dalam peran seperti penjaga keamanan, petugas kebersihan, penarik becak, pedagang kaki lima, pengumpul sampah, dan bantuan domestik.
Sebagian besar tidak memiliki akses pensiun, cuti sakit, cuti berbayar atau jenis asuransi apa pun. Banyak yang tidak memiliki rekening bank, mengandalkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Banyak dari mereka merupakan pekerja migran, yang berarti bahwa mereka secara teknis adalah penduduk dari negara bagian yang berbeda dengan tempat mereka bekerja. Lalu ada masalah populasi terapung: orang-orang yang tidak tinggal di negara bagian mana pun untuk waktu yang lama ketika mereka sedang mencari pekerjaan.
Akhilesh Yadav, mantan kepala menteri Uttar Pradesh, mengakui tantangan ini sangat besar, mengakui bahwa "tidak seorang pun di pemerintahan mana pun yang pernah menghadapi mereka sebelumnya".
"Semua pemerintah harus bertindak secepat kilat karena situasinya berubah setiap hari. Kita perlu mengaktifkan komunitas besar dan mengirimkan makanan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Kita perlu membagikan uang tunai atau beras dan gandum - terlepas darimana asal mereka ," katanya.
Alasan masyarakat kelas bawah India mungkin sama dengan masyarakat di negara mana pun yang sedang diserang wabah Corona, termasuk di Indonesia. Salah seorang driver ojek online di Tanah Air ketika ditanya terkait imbauan pemerintah untuk melakukan karantina mandiri di rumah, mengaku bukan tidak mau mengikuti anjuran itu, tetapi sebagai ayah dari anak-anaknya, ia mengaku lebih memilih mengambil resiko di tengah wabah Corona dibanding harus berhenti mecari nafkah.