Penasihat Hukum Usman Bacakan Duplik Kasus Dugaan Ujaran Kebencian di Tembilahan
RIAUMANDIRI.ID, TEMBILAHAN - Tim Penasihat Hukum Usman membacakan duplik atas replik jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tembilahan saat sidang kasus dugaan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, Senin (23/3/2020).
Dari pantauan langsung pada persidangan tersebut, Tim Penasihat Hukum Usman secara bergantian membacakan duplik atas replik JPU secara bergantian.
Dalam kesempatan tersebut Penasihat Hukum Usman menyinggung unsur pasal yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 Jo pasal 45 A ayat 2 UU no 8 tahun 2008 jo Uu Nomor 19 tahun2016 tentang ITE.
Tim Penasihat Hukum dalam dupliknya menyinggung unsur pasal yang didakwakan jaksa terkait pasal ujaran kebencian.
Menurut Tim Penasihat Hukum Usman, Yudhia Perdana Sikumbang, berdasarkan analisis yuridisnya bahwa frasa "Untuk menimbulkan Rasa kebencian", JPU harus bisa membuktikan terhadap postingan yang dituju (objek) yaitu Presiden. Dalam hal ini harus adanya rasa kebencian pihak-pihak tertentu baik individu atau pihak kelompok/golongan terdakwa atau golongan/kelompok bukan terdakwa.
Untuk menjawab dan membuktikan frasa ini harus punya pemahaman yang utuh mengenai makna rasa kebencian terkait pasal yang didakwakan.
Karena yang terpenting dan menjadi kunci, menurut penasihat hukum Usman, makna rasa kebencian harus adanya perbuatan menyinggung, mengajak, menghasut dan menyebarkan.
Kemudian, makna rasa kebencian berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong dan semua tindakan diatas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial.
Selain itu, kata penasihat hukum Usman, makna rasa kebencian itu harus ada tujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas.
Dalam hal ini perbuatan postingan tersebut menimbulkan kebencian kepada pihak atau orang yang dituju, bukan perbuatan pelaku (subjek) yang benci kepada objek, tetapi adanya perbuatan subjek kepada objek ada pihak lain yang benci kepada objek dan bukan juga adanya pihak lain yang benci kepada subjek yang membuat kata-kata atau kalimat tersebut.
"Berdasarkan hal itu pada pokoknya tim penasihat hukum terdakwa tetap dengan nota pembelaan semula," ujar Yudhia Perdana Sikumbang.
Sidang kasus dugaan ujaran kebencian ini akan dilanjutkan pada Kamis, 26 Maret 2020 mendatang dengan agenda pembacaan putusan.
Reporter: Evrizon