Cuaca Sejumlah Kawasan di Riau Bakal Dimodifikasi, Begini Cara Kerjanya
RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) resmi memulai program Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Provinsi Riau. Kegiatan itu dilakukan dengan menggandeng sejumlah pihak, seperti TNI AU, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
Satu unit pesawat jenis Cassa A-2108 dari Skadron Udara 4 Pangkalan Udara (Lanud) Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur (Jatim) digunakan untuk membantu penyebaran garam di langit Bumi Lancang Kuning. Pesawat itu mampu mengangkut 800 kilogram garam dalam sekali penerbangan.
Sementara untuk posko penyelenggaraan TMC, tetap berada di Lanud Roesmin Nurjadin (RSN) Pekanbaru.
Dikatakan Sekretaris Utama BNPB Harmensyah, program TMC selama ini dinilai cukup efektif untuk membantu mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau selama periode siaga darurat.
"BPPT melakukan TMC bukan hanya tebar tebar garam begitu. Namun dengan perhitungan yang cermat, mulai dari arah angin, awan potensial, pendataan cuaca dan lainnya," ujar Harmensyah, Rabu (11/3/2020).
Untuk itu, program TMC yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir, akan kembali menjadi salah satu andalan Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Riau dalam upaya pencegahan terjadinya kabut asap akibat karhutla.
"Perintah dari Bapak Presiden agar Riau bebas asap seperti yang berhasil kita wujudkan tahun-tahun sebelumnya," lanjut dia.
Lanjut Harmensyah, pihaknya telah menyiapkan 20 ton garam untuk disebar di langit Riau guna menghasilkan hujan buatan menghadapi musim kering, serta mengatasi karhutla.
"Sekarang ini 20 ton. Nanti akan terus dikirim kalau sudah mulai berkurang," imbuh dia.
Sementara itu Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Tri Handoko Seto mengatakan, operasional TMC bertujuan tidak hanya untuk mematikan titik api karhutla sebagai sumber bencana kabut asap. Tetapi juga untuk menjaga kelembaban tanah gambut agar tidak sampai menjadi kering.
Faktor kelembaban tanah gambut menjadi hal yang penting untuk terus dipantau secara kontinyu guna mengetahui tingkat kekeringan yang dapat menjadi sinyal kerawanan bencana karhutla di suatu wilayah.
Strategi pelaksanaan TMC dapat lebih difokuskan untuk membasahi atau re-wetting area gambut yang dinilai mempunyai tingkat kekeringan yang perlu diwaspadai. Dengan tetap terjaganya kelembaban tanah pada area lahan gambut, maka potensi terjadinya kebakaran di area lahan gambut akan semakin berkurang.
Budi Harsoyo, Kepala Bidang Penerapan TMC BBTMC mengatakan untuk membangun sistem monitoring di area lahan gambut, BBTMC telah mengembangkan Sistem Monitoring Online Kandungan Air Lahan Gambut untuk Early Warning System Karhutla (SMOKIES) dengan menempatkan sejumlah instrumen ukur parameter cuaca dan hidrologi berupa Automatic Weather Station (AWS) dan Sensor Ultrasonik untuk pengukuran Tinggi Muka Air (TMA) lahan gambut.
"Kedua instrumen ini berfungsi untuk mengukur parameter cuaca dan TMA lahan gambut hingga kedalaman 1,5 meter dan datanya secara real time ditransmisikan ke server di BPPT setiap 1 jam," terang Budi.
"Penempatan instrumen SMOKIES ini perlu diperbanyak lokasi pengukurannya agar memberikan gambaran monitoring tinggi muka air lahan gambut yang representative di beberapa provinsi rawan Karhutla," sambung dia menutup.