Mujahid 212 Tolak Ibu Kota Dipindahkan dan Ogah Ahok Jadi Pimpinan di Sana
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Kelompok yang mengatasnamakan Mujahid 212 menolak rencana pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Selain itu, Mujahid 212 juga menolak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN).
Sikap penolakan itu disampaikan oleh Ketua Korlabi Mujahid 212, Damai Hari Lubis. Damai awalnya bicara mengenai anggaran yang besar terkait pemindahan ibu kota.
"Oleh karena selain anggaran biayanya akan spektakuler atau luar biasa dan diasumsikan akan kembali berutang dengan meminjam kebutuhan pembangunan Ibu Kota melalui kreditor China, Tiongkok. Selain pinjaman kepada investor China asing dan aseng, biaya pasti sangat besar bagi Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari DPR RI," kata Damai kepada wartawan, Kamis (5/3/2020) lalu.
Damai meminta Jokowi mendengarkan sejumlah saran dan masukan dari berbagai tokoh sebelum menghadap DPR. Pemindahan ibu kota ini, kata Damai, menyangkut aspek kerawanan dari sisi politis dan pertahanan negara.
"Selain itu, dibutuhkan juga anggaran spektakuler lainnya, yaitu kewajiban untuk melakukan kajian ilmiah (seminar-seminar) untuk merevisi terhadap beberapa perundang-undangan yang berlaku, antara lain (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang pemerintah provinsi Ibu Kota Jakarta sebagai ibu kota NKRI, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah," ujar dia.
Ketua Korlabi Mujahid 212, Damai Hari Lubis (dtc)
Damai lantas bicara mengenai sejumlah pemberitaan yang menyebutkan Ahok menjadi salah satu kandidat pimpinan ibu kota baru. Damai menolak Ahok menjadi pimpinan ibu kota lantaran rekam jejaknya selama di DKI.
"Kami butuh sampaikan statement bahwa apabila DPR RI sebagai wakil rakyat menyetujui kepindahan ibu kota negara ini, dan sebagai calon kepala daerahnya adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas, kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah, Ahok perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku wagub dan gubernur DKI periode sebelum Anies (referensi laporan Ahok oleh Marwan Batubara ke KPK maupun statement lewat media termasuk orasi-orasi ke publik)," ujar Damai.
Damai mengungkit karakter dan kepercayaan terhadap Ahok. Menurut Damai, kepercayaan ini penting dalam pengelolaan ibu kota.
"Sementara Ahok jelas pribadi yang rawan, karena faktor trust yang banyak melilit dirinya. Bahkan issue untrusting dimaksud adalah terkait dengan lembaga anti rasuah alias KPK bersumber dari bukti autentik, bukti yang dikeluarkan oleh lembaga negara (BPK). Bahkan data tak terbantahkan salah satunya biografi Ahok, dirinya berstatus eks napi, karena fakta hukum Ahok dulu menistakan Al-Qur'an, kitab suci umat muslim, umat mayoritas negeri ini, dengan modus 'menghina' surah Al-Maidah ayat 51," ujar dia.
"Sebagai penutup sebelum permasalahan isu korupsi Ahok terselesaikan secara transparan kepada publik, kami nyatakan kami menolak Ahok tidak terbatas CEO IKN, melainkan juga termasuk minta agar Erick Thohir mencopot Ahok dari posisi Komisaris Pertamina!" sambung dia.