Kejaksaan Agung: Dirut Paling Bertanggungjawab atas Karhutla Korporasi

Kejaksaan Agung: Dirut Paling Bertanggungjawab atas Karhutla Korporasi

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Asnath Hutagalung, perwakilan Kejaksaan Agung menegaskan bahwa sesuai UU 32, kebakaran hutan dan lahan tidak hanya menyasar pada pekerja-pekerja lapangan, melainkan direktur utama korporasi yang mesti dijadikan tersangka.

Hal itu disampaikannya saat mengisi materi pada acara Sosialisasi Penegakan Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di salah satu hotel Pekanbaru, Kamis (27/2/2020)

"Pimpinan kami di Kejaksaan Agung jelas menggariskan amanah dari UU 32, bahwa tidak hanya pelaku-pelaku lapangan, tapi yang kita minta sebagai tersangka itu direktur utama. Sebab dirut punya tanggungjawab fungsional, punya kewenangan terhadap pelaku fisik tadi. Dia menerima, menyetunui, melakukan pembiaran, dan tidak melakukan pengawasan yang cukup," jelasnya.


Senada dengan hal itu, Direktur Walhi, Riko Kurniawan juga berpendapat seharusnya pemilik lahan yang dikenai sanksi. Sebab izin kepemilikan lahan mengharuskan pemilik tunduk pada kewajiban-kewajiban termasuk menjaga lahan dari potensi apapu. yang dapat memicu kebakaran.

"Setelah dapat izin, biasanya pemilik lahan tidak serius menjalani kewajiban tata kelolanya. Lahan-lahan besar itu ada kantornya ga? Secara tata kelola dia salah. Masak lahan besar cuma punya, misalnya, tiga mesin air, tidak ada izin amdalnya, tidak punya cukup pengawas lahan, dan lain-lain. Makanya kalau Anda punya lahan, Anda dikasih sertifikat, Anda harus bertanggungjawab menjaga lahan itu," jelasnya saat mengisi talkshow bertajuk "Bantuan Hukum Sebagai Tombak Utama Dalam Penegakan Hukum Lingkungan Hidup di Riau" yang ditaja LBH Pekanbaru sebagai bagian dalam pelantikan direktur baru, Senin (24/2/2020) pagi.

Untuk itu, Asnath mengingatkan apa-apa saja kewajiban korporasi sebagai pemilik lahan. Sebab kata Asnath, kebakaran yang diciptakan korporasi walau hanya setengah hektare, sudah memenuhi unsur tindak pidana. Berbeda jika perorangan yang masih ditoleransi seluas dua hektare dengan syarat dan ketentuan.

"Menjadi pengusaha itu pilihan. Ikuti saja aturannya. Pasal 39 Tahun 2014 dijelaskan setiap pelaku usaha dan perusahaan perkebunan wajib punya sistem sarana prsarana pengendali kebakaran hutan dan kebun. Di lapangan sering ditemukan, mereka punya menara pengawasan cuma dengan tinggi 12 meter. Ini sejauh apa mereka bisa mengawasi deteksi hotspot dan firespot? Makanya sebenarnya UU menghendaki zero accident. Jadi korporasi jangan beranggapan, 'Ah kan cuma kecil lahan saya yang terbakar', jangan. Kalau korporasi, berapapun kecilnya lahan terbakar, itu sudah memenuhi unsur. Berbeda lagi aturannya dengan masyarakat dan perorangan kepala keluarga," tutupnya.

 

Reporter: M. Ihsan Yurin



Berita Lainnya