WNI ABK Kapal Pesiar yang Dikarantina Jepang Tetap Kerja Layani Tamu
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Dede Samsul Fuad Warga Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang yang masih tertahan di Kapal Diamond Princess di Yokohama, Jepang mengungkapkan kondisinya bersama puluhan WNI saat berada di karantina.
Diakuinya, selama ini harus bekerja dengan perasaan was-was dan takut tertular Virus Corona yang diketahui menjadi wabah mematikan di Kota Wuhan Provinsi Hubei, China.
Menurutnya, selama di karantina mereka tetap bekerja untuk melayani para penumpang kapal. Dede mengaku ingin meluruskan informasi yang berkembang, yang menyebutkan bahwa selama di karantina mereka tidak bekerja.
"Dari proses karantina itu, kita dalam keadaan bekerja. Karena di dalam kapal masih ada tamu. Namanya kru kita harus melayani tamu. Jadi saya pribadi masih kerja, (kabar yang beredar) di luar sana, kita hanya di karantina itu salah," kata Dede melalui sambungan telepon aplikasi perpesanan WhatsApp pada Selasa (25/2/2020) seperti dilansir dari suaracom.
Dede hanya bisa pasrah bekerja melayani ribuan penumpang di tengah ketakutan menularnya virus yang membahayakan itu. Sebab, bisa saja saat kru melayani dan kontak fisik dengan penumpang akan tertular virus tersebut.
"Ini kita di dalam kapal semuanya. Jadi total sekian ribu orang (penumpang) ada di kapal. Kita kan melayani tamu, jadi tamu itu butuh makan setiap hari dan butuh yang lain, itu kan kru yang mempersiapkan. Sehingga, kita harus bekerja, yang namanya karantina itu bukan yang dibayangkan temen-temen di luaran sana enggak bekerja cuma diisolasi. Itu enggak seperti itu. Jadi kita betul-betul dalam keadaan bekerja. Yang namanya virus kan kita enggak tahu, bisa saja dari penumpang bisa kontak dengan kita, bisa melalui udara. Setelah itu, kontak ke antarkru," jelas Dede.
Dengan begitu, Dede menilai proses karantina yang dia alami tidak begitu efektif. Dede juga mengeluhkan lambatnya tindakan Pemerintah Indonesia mengevakuasi WNI di Kapal Diamond Princess, sementara negara lain lebih dulu mengevakuasi warganya pascakarantina.
"Proses karantina itu juga enggak efektif, sehingga kami menghimpun kekuatan dari kru yang bekerja di sini untuk segera dievakuasi oleh pemerintah, dengan alasan kita sudah memenuhi prosedur. Kemudian yang lain juga sudah dijemput oleh masing-masing negaranya."
Terkait rencana evaluasi dari pemerintah, mereka mendesak pemerintah Indonesia untuk segera memulangkan mereka dengan menggunakan pesawat terbang. Mereka keberatan dengan rencana pemerintah yang bakal mengevaluasi menggunakan kapal medis milik TNI AL KRI Dr Soeharso.
Sebab mereka menilai jika menggunakan kapal laut dipastikan akan memakan waktu yang cukup lama yang hampir 28 hari pergi pulang.
"Kita keburu kena penyakit di sini, daripada kita menunggu itu yah secepatnya dievakuasi seperti negara lain kenapa Indonesia begitu lambat dan kita sangat kecewa banget di sini terhadap pemerintah. Enggak bisa diomongin lagi dengan kata-kata, karena kuncinya ada di pemerintah," katanya.