Azlaini Agus: Wajar Warga dan Pemkab Natuna Menolak WNI dari Wuhan

Azlaini Agus: Wajar Warga dan Pemkab Natuna Menolak WNI dari Wuhan

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Pemerintah akan mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China. WNI yang dipulangkan akan lebih dulu diisolasi di Natuna, Kepulauan Riau, untuk memastikan mereka sehat dan bebas dari virus corona.

Namun, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Natuna, menolak daerah mereka dijadikan sebagai tempat isolasi WNI yang dievakuasi dari Wuhan, China.

Menanggapi hal itu, tokoh masyarakat Riau, Azlaini Agus menilai wajar adanya penolakan dari masyarakat dan Pemkab Natuna tersebut, sebab lokasi untuk isolasi tidak jauh dari permukiman penduduk.


"Setahu saya RSAL di Ranai, Natuna, kapasitas dan fasilitasnya amat sangat terbatas, tak mungkin bisa menampung sekitar 244 warga kita yang akan dievakuasi dari Wuhan. Selain itu, lokasinya tidak jauh dari permukiman penduduk. Jadi, wajar jika Pemkab dan warga Natuna menolak," ujar Azlaini Agus kepada Riaumandiri.id, Sabtu (1/2/2020).

Menurut Azlaini, upaya evakuasi WNI yang kini berada di Wuhan tidak bisa dilakukan secara gegabah, tetapi harus direncakan dengan matang dan komprehensif sebab masyarakat di Tanah Air saat ini mengkhawatirkan penyebaran virus mematikan itu.

Dia berkata, upaya evakuasi serta isolasi harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengantisipasi masuknya virus corona yang kemungkinan diidap WNI dari Wuhan.

"Seharusnya diisolasi di lokasi yang terpisah dari warga lain selama 2 sampai 3 minggu, sehingga masyarakat yang berada di Tanah Air yang tidak terkait dengan wabah corona juga bisa tetap terjamin kesehatan, ketenangan, dan kenyamanannya," kata perempuan kelahiran Tanjung Pinang ini.

Salah satu solusinya, ujar dia, jika memang Indonesia tidak memiliki instalasi yang tepat untuk mengevakuasi WNI dari Wuhan, maka alternatifnya yaitu dievakuasi di sebuah kapal besar atau bisa juga kapal perang dengan kondisi yang nyaman dengan pendingin ruangan disertai fasilitas hidup dan kesehatan yang lengkap.

Dia mencontohkan, pada kurun 1975- 1979, ketika puluhan ribu pengungsi dari Vietnam dan Kampuchea datang dan menempati sejumlah pulau di Kepulauan Riau, PBB menyiapkan sebuah kapal yang berfungsi sebagai rumah sakit terapung, lengkap dengan fasilitas rumah sakit.

"Kapal tersebut berlayar dari pulau ke pulau untuk menangani kesehatan pengungsi, sekaligus warga yang terdampak oleh pengungsi Indo China tersebut. Kapal itu dilengkapi fasilitas poli umum, UGD, ICU, ruang bedah, ruang anak, ruang melahirkan, dan fasilitas canggih lainnya, termasuk restoran, serta sejumlah tenaga medis dan para medis, juga dokter ahli baik dari PBB maupun dari TNI AL," jelasnya.