Diperiksa KPK, Cak Imin Dicecar soal Aliran Duit di Suap Proyek PUPR
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – KPK telah memeriksa Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Pemeriksaan itu terkait kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR. Cak Imin dicecar pertanyaan seputar proyek pengerjaan jalan di Maluku dan Maluku Utara tahun 2016 itu.
"Kepada Pak Muhaimin terkait pengetahuannya untuk tersangka HA terkait dugaan suap di Kementerian PUPR jalan di Maluku dan Maluku Utara," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
"Jadi pemeriksaannya seputar pengetahuan beliau, apakah mengetahui atau bagaimana terkait dengan adanya dugaan pemberian uang dari tersangka HA," imbuhnya.
Ali mengatakan penyidik KPK juga mengonfirmasi ke Cak Imin soal dugaan adanya aliran duit dalam proyek itu ke sejumlah elite PKB. Namun Ali enggan menjelaskan lebih lanjut soal dugaan aliran duit itu karena merupakan pokok perkara.
"Tentunya tentang pengetahuan saksi bagaimana kemudian yang kami tersangkakan kepada tersangka terkait pemberian uang kan ada Rp 7 miliar, ada sekitar Rp 1 miliar dan terus ya. Nah itu pengetahuan dari saksi sejauh mana ya terkait itu. Bahwa Apakah saksi mengetahui atau bahkan kemudian apakah saksi ikut menerima dan sebagainya, itu tentunya kami tidak bisa kami sampaikan kepada teman-teman untuk saat ini. Karena kan itu sudah masuk ke materi pemeriksaan itu ya," ucap Ali.
Hari ini, Cak Imin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred. Cak Imin membantah soal ada dugaan aliran duit ke elite PKB dalam kasus ini.
"Itu tidak benar (soal aliran duit ke elite PKB), tidak benar," kata Cak Imin usai diperiksa KPK.
Kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2016. KPK saat itu menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang masih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP.
Damayanti diduga menerima suap terkait pengerjaan proyek jalan yang ditangani Kementerian PUPR. KPK pun terus mengembangkan kasus ini. Total sudah ada 12 orang yang terlibat, termasuk yang teranyar pengusaha Hong Arta John Alfred.
Hong Arta merupakan Direktur dan Komisaris PT SR (PT Sharleen Raya JECO Group). Dia diduga memberi suap kepada eks Kepala Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJJN) Wilayah IX Amran Mustary dan Damayanti.
KPK menduga Hong Arta memberi suap Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar kepada Amran. Dia juga diduga memberi suap serta Rp 1 miliar kepada Damayanti. Suap kepada Amran dan Damayanti itu diduga diberikan secara bertahap pada 2015.