Rapat dengan DPR, Tito Singgung AD/ART FPI soal Khilafah dan Jihad
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – FPI telah menyerahkan pernyataan setia kepada Pancasila dan NKRI terkait proses perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar. Namun Mendagri Tito Karnavian mengatakan, masalah yang ada saat ini yakni soal Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga FPI.
"Mengenai masalah ormas terkait FPI, ini masih pada kajian di Kementerian Agama. Betul rekan-rekan dari FPI sudah buat surat di atas materai mengenai kesetiaan atau pernyataan terhadap negara dan Pancasila. Tapi problemnya di AD/ART," kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
"Di AD/ART itu di sana disampaikan tadi juga sudah dibacakan Pak Junimart bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah islamiyah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengawalan jihad. Ini yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, karena ini ada kabur-kabur bahasanya," ucap Tito.
Tito lalu berbicara soal teori teologi dari kata-kata 'penerapan Islam secara kaffah'. Tito kemudian menyinggung soal NKRI bersyariah.
"Nah kata-kata mengenai penerapan Islam secara kaffah ini teori teologinya bagus. Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh, apakah seperti itu. Kalau dilakukan bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis mungkin, elemen minoritas yang dulu pernah dipikirkan oleh para founding fathers kita. Salah satu yang diperhitungkan kemungkinan nanti akan diimbangi lagi di daerah-daerah tertentu," ucap Tito.
"Seperti di Papua dulu pernah Manokwari membuat perda sendiri, sesuai dengan prinsip keagamaan di sana. Nanti Bali juga membuat perda sendiri sesuai prinsip keagamaan di sana. Ini bisa berdampak pada goyangnya solidaritas kebhinnekaan, ini semua saya kira silakan kita pikirkan sebagai wacana. Kemudian di bawah naungan khilafah islamiyah, kata-kata khilafahnya kan sensitif, apakah biologis khilafah islamiyah ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI ini," jelas Tito.
Tito kemudian membahas soal pelaksanaan dakwa yang menurutnya tak masalah. Namun, dia kembali menyoroti soal penegakan hisbah.
"Pemahaman hisbah ini yang kendalanya amar ma'ruf nahi munkar ini kadang-kadang dilakukan di lapangan dengan cara-cara melakukan penegakan hukum sendiri. Sweeping sendiri. Kita melihat ini menjelang Natal, dulu pernah menjelang Natal sweeping atribut Natal, pernah. Kemudian ada macam-macam ada perusakan tempat hiburan dll dalam rangka penegakan hisbah. Nah ini perlu diklarifikasi," sebut Tito.
Tito menyebut klarifikasi soal penegakan hisbah ini jika dilakukan akan bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia. Menurutnya, penertiban hukum sepenuhnya kewenangan penegak hukum, bukan ormas.
Selain itu Tito juga menyinggung soal diksi jihad. Jihad, kata Tito, banyak artinya dan ada yang menganggap jihad itu perang. Tito ingin hal-hal ini diklarifikasi.
"Jangan sampai yang di grass root menyampaikan, 'oh jihad perang, perang berarti kita boleh melakukan aksi amaliah'. Dalam amaliyah dalam bahasa sana kelompok sana, tapi dalam pemahaman sehari-hari ya serangan teror gitu," ucap Tito.
"Nah ini yang perlu diklarifikasi dalam pasal 6 ini dan ini sekarang sedang jadi kajian oleh Kemenag yang lebih memahami tentang apa terminologi keagamaan itu. Jadi sifatnya sekarang di sana di Kemenag untuk membangun dialog dengan FPI, ya kita tunggu saja seperti apa hasilnya," jelas Tito.