42 Orang Dilaporkan Tewas saat Demo Antipemerintah
RIAUMANDIRI.ID, Port-au-Prince - Sejumlah aksi demonstrasi antipemerintah di Haiti sejak pertengahan September lalu. Setidaknya 42 orang dilaporkan telah tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam aksi demo besar-besaran tersebut.
Angka tersebut disampaikan badan HAM PBB yang menyatakan sangat prihatin akan krisis di Haiti tersebut.
"Kami sangat prihatin dengan krisis yang berkepanjangan di Haiti, dan dampaknya pada kemampuan warga Haiti untuk mengakses hak-hak dasar mereka untuk perawatan kesehatan, makanan, pendidikan dan kebutuhan lainnya," demikian disampaikan Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) dalam sebuah statemen seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (2/11/2019).
Badan HAM PBB tersebut menyatakan bahwa berdasarkan laporan-laporan, pasukan keamanan Haiti bertanggung jawab atas 19 kematian demonstran. Para demonstran lainnya tewas karena orang-orang bersenjata atau para penyerang tak dikenal.
Negara termiskin di Amerika itu tengah dilanda aksi-aksi demo selama dua bulan ini. Aksi-aksi protes besar-besaran itu awalnya dipicu oleh kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar, namun kemudian meluas menjadi kampanye untuk menggulingkan Presiden Jovenel Moise.
Juru bicara OHCHR, Marta Hurtado menyatakan, sekitar 86 orang juga terluka dalam aksi-aksi demo yang diwarnai kekerasan sejak 15 September lalu. Sebagian besar korban terluka akibat tembakan peluru.
Setidaknya satu jurnalis juga tewas dan sembilan jurnalis lainnya luka-luka. OHCHR pun menyerukan untuk menghormati kebebasan pers.
Setelah menganalisis video kekerasan, kelompok hak asasi Amnesty International mengatakan bahwa pasukan keamanan langsung di bawah komando Moise telah melakukan beberapa pelanggaran.
"Pasukan keamanan di bawah komando Presiden Jovenel Moise telah menggunakan kekuatan yang berlebihan. Insiden seperti itu harus diselidiki dengan segera, menyeluruh dan efektif," kata Erika Guevara-Rosas, kepala departemen Amerika di Amnesty International.
Amnesty menambahkan bahwa pihaknya "telah memverifikasi contoh-contoh di mana polisi yang bersenjatakan senapan semi-otomatis menembakkan amunisi langsung selama aksi protes, yang melanggar hukum HAM internasional dan standar-standar tentang penggunaan kekuatan."
Amnesty menambahkan bahwa mereka juga telah melihat rekaman polisi "meluncurkan gas air mata dari kendaraan polisi yang bergerak di tengah-tengah demonstran yang damai, menembaki demonstran dengan amunisi yang sedikit mematikan pada jarak sangat dekat, dan memukuli seorang pengunjuk rasa."