Misteri Kegagalan AHY Jadi Menteri Jokowi dan Nasib Partai Demokrat
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah melantik angota Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Kendati demikian, tidak ada nama Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Padahal, AHY merupakan salah satu sosok yang digadang-gadang akan memperkuat kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Mengapa demikian? Semua itu bermula saat sang ayah yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menemui Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Dalam keterangan pers usai pertemuan, Jokowi mengatakan banyak hal yang dibicarakan. Eks Wali Kota Solo itu bahkan menyebut mempertimbangkan AHY masuk ke dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Ya mungkin ada pertimbangan masih bisa berubah," ujar Jokowi.
Setelah pertemuan, kabar AHY masuk ke dalam kabinet semakin menguat. Salah satu pihak yang mengonfirmasi hal itu adalah Ali Mochtar Ngabalin yang saat itu merupakan Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden. Menurut dia, AHY berpotensi masuk ke dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf. Ia pun berharap AHY dapat memperkuat kabinet tersebut.
Namun, selepas Jokowi-Ma'ruf dilantik di ruang rapat paripurna I, Gedung MPR RI/DPR RI/DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Ahad (20/10/2019), kabar AHY menjadi menteri semakin menipis.
Puncaknya pada saat Jokowi melakukan wawancara kepada calon menteri dan pejabat setingkat menteri sepanjang Senin (21/10/2019) hingga Selasa (22/10/2019). Tak tampak kehadiran AHY di Kompleks Istana Kepresidenan. Pun pada saat Jokowi mengumumkan para menteri dan pejabat setingkat menteri Rabu (23/10/2019).
Ditemui di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/10/2019), Jokowi menjelaskan keputusan tidak mengajak Partai Demokrat ke dalam koalisi. Ia mengaku ingin membangun demokrasi gotong royong. Eks Gubernur DKI Jakarta itu pun mengingatkan bahwa Indonesia tidak memiliki oposisi seperti di negara lain.
"Demokrasi kita adalah demokrasi gotong royong. Kalau itu baik untuk negara, baik untuk bangsa kenapa tidak?," kata Jokowi.
Ia pun menjelaskan bahwa sistem presidensial a la Indonesia tidak seperti di luar negeri. Sebagai contoh di Amerika Serikat yang hanya memiliki dua partai besar, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik.
"Ini ndak. Meskipun hanya ada dua partai yang berkompetisi tetapi partainya banyak dan menuju sebuah proses demokrasi dalam bernegara ke depan, saya kira proses proses kematangan, proses berdemokrasi semuanya dalam proses, tetapi saya melihat itu menuju sebuah koridor yang semakin baik ke depan," ujar Jokowi.
Terlepas dari dinamika yang ada, AHY mengucapkan selamat kepada Jokowi-Ma'ruf dan jajaran Kabinet Indonesia Maju.
"Selamat mengemban amanah dan melanjutkan kerja besar 5 tahun mendatang. Saya doakan sukses dan benar-benar bisa membawa Indonesia semakin baik di masa depan," ujar AHY seperti tertuang di akun media sosialnya seperti dikutip pada Jumat (25/10/2019).
"Mohon berkenan untuk senantiasa mendengarkan suara hati dan pikiran rakyat Indonesia. Rakyat yang ingin diri dan keluarganya semakin sejahtera dan bahagia; rakyat yang ingin negerinya semakin aman dan damai, hidup rukun dan saling menghargai sesama anak bangsa; rakyat yang ingin negaranya semakin maju dan dihormati dunia," lanjut mantan cagub DKI Jakarta tersebut.
Kegagalan AHY menjadi bagian dalam Kabinet Indonesia Maju tak ayal menimbulkan pertanyaan. Bagaimana sikap Partai Demokrat terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf?
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Budi Mulia Silvanus Alvin menilai Partai Demokrat ingin bermain dua kaki. Semua terkait dengan pemilihan umum lima tahun mendatang.
"Istilahnya di kiri bisa, di kanan bisa. Di depan masuk, di belakang pun juga masuk. Supaya nanti politik 2024 sudah mulai itu akan jadi momentum bagi Demokrat," kata Alvin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/10/2019), seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (24/10/2019).
Sejauh ini, sejumlah petinggi Partai Demokrat menyatakan bakal mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dalam menyejahterakan masyarakat. Sikap itu diambil walau tidak ada AHY maupun kader Partai Demokrat lain dalam Kabinet Indonesia Maju.
Kendati demikian, Alvin memandang AHY dan Partai Demokrat tidak akan seratus persen mendukung kabinet lantaran tidak mendapat jatah menteri. Namun di sisi lain Partai Demokrat tidak akan menjadi oposisi karena punya kepentingan di 2024.
Lebih lanjut, Alvin menilai Partai Demokrat masih memiliki peluang menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju. Caranya adalah dengan mengkritisi kebijakan pemerintah dengan solusi yang lebih baik.
"Dengan seperti itu, Jokowi bisa saja membuka peluang reshuffle," ujar Alvin.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan ada dua langkah yang mungkin diambil Partai Demokrat setelah tidak ada kadernya menjadi bagian dalam Kabinet Indonesia Maju.
Langkah pertama adalah mengambil posisi sebagai oposisi. Ia melihat Partai Demokrat punya potensi untuk menjadi lawan pemerintah seperti pada Pilpres 2019. AHY, kata Adi, bahkan punya potensi untuk jadi simbol oposisi.
"Memang agak susah kalau AHY jadi simbol oposisi, kecuali mengubah gaya menjadi oposan. Apa saja yang dilakukan pemerintah dikritik dengan lebih sering dan lebih agresif menyerang pemerintah, bisa ambil alih oposisi yang saat ini dikomandoi PKS (Partai Keadilan Sejahtera)," ujar Adi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/10/2019), seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (24/10/2019).
Meski begitu, Ia lebih yakin Demokrat memilih jalan kedua, yakni bermain politik dua kaki. Sebab, mereka punya kepentingan untuk menyiapkan AHY untuk jadi calon presiden lima tahun mendatang.
"Tentu pilihan jalan tengah ini ada harapan kalau di kemudian hari reshuffle, Demokrat bisa masuk. Tentu ini membangun batu bata kekuatan politik 2024," kata Adi.**