857 Ribu Hektar Lahan Terbakar di Seluruh Indonesia Sepanjang 2019, Riau 75.871 Hektar
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Luas lahan terbakar di seluruh wilayah Indonesia mencapai 857 ribu hektar yang teridentifikasi dari Januari hingga September 2019. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tidak hanya terjadi di lahan gambut, tetapi juga lahan mineral.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Agus Wibowo mengatakan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat luas lahan gambut yang terbakar mencapai 227 ribu hektar.
"Karhutla di lahan gambut paling besar berada di Kalimantan Tengah dengan luasan 76 ribu hektar, sedangkan di lahan mineral terjadi di Nusa Tenggara Timur, seluas 119 ribu hektar. Karhutla di lahan mineral terjadi di seluruh provinsi di Indonesia dengan luasan terdampak yang terkecil di Provinsi Banten dengan 9 hektar," katanya dalam keterangannya, Selasa (22/10/2019).
"Data KLHK mencatat luas Karhutla dari Januari hingga September 2019 sebesar 857.756 hektar dengan rincian lahan mineral 630.451 hektar dan gambut 227.304 hektar. Berikut ini luasan lahan terdampak baik mineral dan gambut di beberapa provinsi yang sering terjadi karhutla setiap tahunnya. Luas lahan terbakar di Provinsi Kalimantan Tengah 134.227 hektar, Kalimantan Barat 127.462 hektar, Kalimantan Selatan 113.454 hektar, Riau 75.871 hektar, Sumatera Selatan 52.716 hektar dan Jambi 39.638 hektar," sambung Agus.
Berdasarkan data KLHK, total luas lahan hingga September 2019 ini lebih besar dibandingkan luas Karhutla dalam tiga tahun terakhir. Karena, luas Karhutla pada 2018 sebesar 510 ribu hektar, sedangkan pada 2016 sebesar 438 ribu hektar.
Sementara itu, data BNPB pada Selasa (22/10), pukul 08.00 WIB, mencatat masih terjadi Karhutla di sejumlah wilayah di Indonesia. Titik panas atau hot spot teridentifikasi di enam provinsi yang menjadi perhatian BNPB yaitu Sumsel 153 titik, Kalteng 44, Kalsel 23, Kalbar 5 dan Jambi 2.
"Data tersebut berdasarkan citra satelit modis-catalog lapan pada 24 jam terakhir. Masih adanya titik panas berpengaruh terhadap kualitas udara di wilayah terdampak. Data kualitas yang diukur dengan parameter PM 2,5 mengindikasikan kualitas pada tingkat baik hingga tidak sehat," jelasnya.
Dia menyebut, rincian kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 di enam provinsi yaitu Sumsel tidak sehat (136), Jambi tidak sehat (102), Kalteng tidak sehat (101), Kalsel tidak sehat (60), Riau sedang (27).
"Hanya Kalimantan Barat kualitas udara menunjukkan tingkat baik (5) meskipun terdapat titik panas," terangnya.
Selain keenam provinsi tersebut, kebakaran juga masih terjadi di kawasan pegunungan seperti Gunung Cikurai, Ungaran dan Arjuno-Welirang dan Ringgit.
Hingga kini, BNPB masih menyiagakan sejumlah helikopter untuk pengeboman air atau water-bombing maupun patroli. Total air untuk pengeboman air di seluruh wilayah mencapai 392 juta liter.
"Di samping pengeboman air, BNPB bersama BPPT dan TNI melakukan operasi udara berupa teknologi modifikasi cuaca (TMC) dengan menggunakan fixed-wing. Total garam yang telah disemai mencapai 272 ribu kilogram," tutup Agus.**