Setelah Cekal UAS, Rektor UGM Beberkan Kriteria Pembicara yang Boleh Masuk Kampusnya
RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Panut Mulyono memberikan kriteria pembicara yang diterima di kampusnya seusai membatalkan kuliah umum yang diisi oleh penceramah Ustaz Abdul Somad (UAS).
Diketahui, Ustaz Abdul Somad (UAS) sebelumnya dijadwalkan memberikan kuliah umumnya di Ruang Utama Masjid Kampus UGM pada Sabtu (12/10/2019) lalu. Namun kuliah umum itu dibatalkan oleh UGM saat mendekati hari pelaksanaan.
Dilansir dari Tribunnews.com yang mengutip saluran YouTube Talk Show tvOne, Senin (14/10/2019), Rektor UGM itu lantas ditanya presenter terkait kriteria penceramah yang dapat diterima di UGM.
Mulanya rektor UGM tersebut menjelaskan bahwa tak melarang siapapun untuk berbicara di dalam kampusnya. Akan tetapi harus sesuai dengan pedoman yang dianut oleh kampusnya.
"UGM itu tidak pernah membatasi siapa siapa untuk berbicara di UGM," ujar rektor UGM tersebut. Tetapi kami mempunyai pedoman bahwa UGM itu tempatnya penyemayang anak-anak muda untuk menjadi pemimpin masa depan dan tingkat kematangannya itu bervariasi," katanya.
Ia mengatakan ada beragam mahasiswa yang tengah mencari jati diri.
"Mahasiswa yang baru masuk, mahasiswa yang tengah-tengah, yang sudah matang, kemudian mahasiswa pascasarjana itu, yang sudah tidak bisa dipengaruhi oleh banyak orang," paparnya.
Rektor UGM itu mengatakan jangan sampai anak didiknya dipengaruhi sesuatu yang tak seperti jati diri kampus.
"Nah adik-adik yang tumbuh di tingkat bagian bawah ini, itu yang jangan sampai dipengaruhi dengan pikiran yang tidak sesuai dengan jati diri kami," kata Panut.
Menurutnya, jati diri UGM adalah sebagai universitas nasional, universitas perjuangan, universitas pancasila, universitas kerakyatan, universitas pusat kebudayaan. Pluralisme," jelasnya.
"Tetapi gagasan ide yang hanya untuk misalnya Pancasila seperti apa, marxisme seperti apa, yang lain itu bagus, kita diskusikan," katanya menambahkan.
Ia menyebut bahwa pandapat apapun dapat diterima namun tidak mengatakan apa yang dipilihnya yang terbaik.
"Tetapi sebuah pendapat itu adalah bahwa 'Ini yang terbaik sehingga ini harus menggantikan yang itu, bla, bla, bla'. Itu tidak baik untuk anak-anak yang masih pencarian dalam tanpa petik," sebut Panut.
Dijelaskannya bahwa ia ingin agar para mahasiswanya bisa memiliki nilai ke-Indonesiaannya.
"Kami ingin mengajari dan mendidik mereka dengan values, dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan dan nilai ke UGM-an."
Ditegaskannya bahwa UGM tidak mengotakkan dan tetap milik masyarakat Indonesia.
"UGM tidak mengotak-ngotakkan, UGM tetap milik Indonesia. UGM harus bisa menampung semua perbedaan. Harus menjadi tempat menjadi siapa pun untuk mengungkapkan gagasan cerdasnya."
Sebelumnya, Panut Mulyono menuturkan penolakan tersebut berasal dari adanya pro dan kontra terhadap sosok UAS.
"Sebetulnya kemarin itu kan, salah satu pembicara itu menimbulkan pro dan kontra. Begitu kan?," ujar rektor UGM tersebut.
"Nah saya sebagi pimpinan, oke lah kita mau ngaji, mau berbicara tentang islam dan keilmuan, itu fine, tapi lalu ketika datang dari pembicara itu ada pro dan kontra lalu suara itu banyak sekali ya dibatalkan saja," paparnya.