Mantan Ketua KPK: Jokowi Tak Bisa Dimakzulkan Karena Terbitkan Perpu
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyebut Presiden Joko Widodo tidak bisa dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu KPK. Penerbitan Perppu oleh presiden disebutnya sesuai konstitusi.
Ruki mengatakan itu menanggapi ucapan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh yang menyebut bahwa Jokowi bisa dimakzulkan jika mengeluarkan Perppu KPK.
"Saya agak kaget saudara Surya Paloh di media mengatakan bahwa apabila Presiden mengeluarkan Perppu akan dilakukan impeachment, saya bilang ini apaan ini, konstitusi mana yang mau dipakai?," ujar dia di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
"Penerbitan Perppu itu konstitusional, diatur dalam UUD, jadi itu adalah hak Presiden," lanjutnya.
Setelah Perppu dikeluarkan, Ruki mengatakan anggota DPR hanya memiliki satu hak yaitu memilih untuk menolak atau menerima Perppu dari Presiden.
"Enggak ada mengusulkan ini memperbaiki enggak ada, harus menerima atau menolak ini. Kita bicara konstitusi," kata dia.
Sebelumnya, Paloh menjelaskan sempat ada kesepakatan antara Presiden Jokowi dan parpol pengusung bahwa Perppu tak perlu dikeluarkan lantaran Undang-undang KPK yang baru disahkan pada 17 September lalu itu sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Paloh menyebut polemik muncul karena ada politisasi. Bertujuan menimbulkan hilangnya kepercayaan terhadap Jokowi selaku pemimpin negara.
"Salah lho. Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana, presiden kita paksa keluarkan Perppu, ini justru dipolitisir. Salah-salah presiden bisa di-impeach karena itu. Salah-salah lho," kata dia.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menuturkan berdasarkan pasal 7A UUD 1945, presiden baru bisa dimakzulkan apabila melakukan hal seperti korupsi, suap, pengkhianatan negara dan perbuatan tercela lainnya. Hal itu pun harus diuji terlebih dahulu di Mahkamah Konstitusi.
"Jadi memang harus dinilai dulu, benarkah ada tindak pidana oleh Mahkamah Konstitusi lalu dikembalikan ke MPR, bisa dijatuhkan gitu," jelasnya.
Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perppu menyatakan Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Bivitri menjelaskan ihwal kegentingan yang memaksa dalam mengeluarkan Perppu, sepenuhnya berdasarkan pandangan subjektif presiden. Pertimbangan presiden yang subjektif itu akan menjadi objektif jika DPR menyetujuinya dan dijadikan undang-undang.
"Jadi kapanpun dia (presiden) merasa ada hal ihwal, kegentingan memaksa yang membuat dia perlu mengeluarkan Perppu, dia bisa," terang Bivitri.