Perubahan Tatib DPD RI untuk Ciptakan Parlemen Bersih
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Mervin S Komber menegaskan, penyusunan perubahan Tata Tertib (Tatib) yang dilakukan DPD RI bertujuan untuk menyempurnakan aturan internal dan menciptakan parlemen yang bersih.
"Untuk menciptakan parlemen yang bersih, maka tatib yang sudah lama diperbaiki dengan membuat pasal-pasal penyempurnaan," kata Mervin dalam Dialog Kenegaraan dengan tema 'Tata Tertib (Tatib) DPD RI Untuk Apa dan Siapa?' di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jumat (27/9/2019).
Dijelaskan, ada pasal-pasal baru dalam Tatib tersebut, seperti memasukkan Kalimantan Tenggara (Kaltara) sehingga mempengaruhi jumlah anggota alat kelengkapan dan lain-lain. Kemudian masalah pimpinan terkait kode etik agar anggota aktif di ruang-ruang rapat. Bahkan mengumumkan di sidang paripurna mengenai anggota-anggota yang malas dan yang rajin menghadiri rapat, karena menyangkut proses kinerja.
Mervin menambahkan, Tatib DPD RI yang baru ini juga mengatur tokoh daerah menjadi pimpinan di tingkat nasional, ini yang menjadi kerinduan kita untuk mengembalikan DPD RI sebagai perwakilan putra-putra daerah menjadi tokoh nasional yang membawa aspirasi daerah.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut menilai Tatib dibuat untuk DPD RI dan seluruh rakyat Indonesia. Dia melihat tatib yang baru ini merupakan penyempurnaan dari tatib-tatib sebelumnya. Adapun pasal yang menjadi polemik adalah pasal yang menyangkut tentang pencalonan pimpinan DPD RI.
"Sebenarnya ini bagus, secara normatif penting untuk menjadi pimpinan harus bersih rekam jejaknya dan bebas dari kasus hukum, dan juga tidak boleh terkena kode etik, saya membaca secara utuh tidak ada unsur untuk kepentingan pribadi, kinerja DPD disorot. Selain itu kita dorong DPD menjadi lembaga yang kredibel ke depan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014, Laode Ida, menyatakan persetujuan dan apresiasi ketika Tata Tertib DPD RI dibuat untuk tujuan pengaturan lebih baik di tubuh DPD RI. Apalagi tujuan perubahan Tatib untuk membuat DPD RI lebih baik.
"Saya apresiasi kalau niatnya (merubah tatib) seperti itu. Hakikat tata tertib adalah untuk mengatur secara internal agar organisasinya berjalan baik. Saya mengapresiasi faktor presensi untuk memberikan sanksi sebagai kontrol atas aturan," ucapnya.
Menurutnya, DPD RI merupakan representasi daerah, yang di dalamnya terdapat identitas budaya dan kultur daerah, oleh karena itu, setiap Anggota DPD RI harus dapat menjaga citranya di mata masyarakat. Karena jika citra seorang Anggota DPD RI kurang baik, maka akan berpengaruh terhadap lembaga DPD RI itu sendiri.
"Di kanal budaya, ada identitas suku dan budaya daerah yang disimbolkan di Jakarta melalui DPD. Identitas lokal dan keluhurannya dicerminkan oleh anggota DPD. Ketika citra itu digambarkan buruk, maka marwahnya kurang bagus," katanya.
Untuk itu Laode menilai anggota DPD RI harus benar-benar secara mendalam merefleksikan dirinya dan membuka ruang untuk dikritik. DPD RI harus menjaga marwah lembaga. Perilaku harus di jaga, sehingga sebaiknya tidak membuka aib sendiri di hadapan publik.
"Yang terpenting adalah apa kinerja yang sudah dilakukan, terutama dalam penguatan kewenangan. Untuk kami yang selama dua periode tidak berkelahi saja sulit untuk mewujudkan itu, apalagi jika sibuk bertengkar," jelasnya.
Namun menurut La Ode, Tatib yang disahkan oleh DPD RI sekarang ini bisa saja dilakukan perubahan kembali oleh anggota DPD RI periode 2019-2024. "Bisa saja Tatib ini dirubah kembali oleh DPD RI yang baru karena merekalah yang berkentingan dengan Tatib itu," kata La Ode Ida.**
Reporter: Syafril Amir