Pemerintah Sangat Lambat Atasi Karhutla
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia saat ini telah mengakibatkan timbulnya kabut asap pada daerah-daerah yang terpapar bencana.
Hal ini tentu berdampak dengan semakin sulitnya bagi warga masyarakat untuk menghirup udara bersih. Meningkatnya jumlah titik api juga membuat kabut asap terasa semakin pekat dan tebal.
"Seharusnya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun ini sudah bisa dimitigasi. Pemerintah dalam mengantisipasi dan menangani persoalan karhutla masih sangat lambat," tegas anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin dalam diskusi Karhutla dan Revisi UU PPLH, di Media Center DPR, Selasa (17/9/2019).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) ada 2.862 titik panas diseluruh Indonesia. Di wilayah Kalimantan Tengah terdapat titik api (hotspot) terbanyak, yakni 954 titik. Kemudian, disusul Kalimantan Barat 527 titik api, Sumatera Selatan 366 titik api, Jambi 222 titik api, Kalimantan Selatan 119 titik api dan Riau 59 titik api.
Andi Akmal melihat anggaran yang diberikan kepada Dirjen yang menangani kebakaran hutan hanya sebesar Rp200 miliar dari total anggaran KLHK sebesar Rp 8 triliun.
Target Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam merestorasi 2 juta hektar lahan gambut juga tidak tercapai. Oleh karenanya efektifitas dari kinerja BRG juga patut kita pertanyakan.
"Harapan kita supaya BRG bisa berfungsi untuk merestorasi lahan gambut yang sangat rentan terhadap kebakaran ini tidak terjadi,” tegas politisi PKS itu.
Akmal menilai, koordinasi antara pemerintah daerah, kabupaten/kota maupun provinsi yang ada dibawah Kementerian Dalam Negeri tidak maksimal.
“Koordinasi dan komunikasi antar instansi ini sangat lemah. Seharusnya setiap Kabupaten/Kota yang wilayahnya menjadi langganan terjadinya kebakaran lahan dan hutan agar menyiapkan anggaran yang cukup untuk tindakan pencegahan dan juga pada saat terjadi kebakaran hingga bisa dilakukan pemadaman,” ujarnya.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah seharusnya bisa mengkoordinir dan memastikan APBD Kabupaten/Kota agar bisa konsen terhadap masalah kebakaran hutan dan lahan tersebut. Sebab masalah kebakaran hutan dan lahan bukanlah hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat semata.
“Selain aspek preventif, yang paling penting adalah aspek penegakkan hukum. Kepolisian harus berani menjerat korporasi besar yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan,” pungkas politisi dapil Sulawesi Selatan itu.
Pemerintah Gagal
Sementara itu, anggota Komisi V DPR Bambang Haryo menilai pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah gagal menjaga kelestarian hutan dengan kembalinya terjadi kebaharan hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan.
"Hutan kita terbakar disebabkan karena perawatan yang kurang baik dari KLHK," tegasnya dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Menurutnya karhutla yang telah meluas saat ini bukan karena dibakar, tetapi disebabkan karena kerja sama yang kurang efektif antara lembaga negara.
"Seharusnya karhutla tidak terulang lagi kalau saja titik-titik api yang muncul sudah dipadamkan sejak dini, sebelum menjadi ratusan titik api," tegasnya.
Karhutla saat ini sudah meluas di Sumatera Kalimantan mengakibatkan aktivitas masyarakat terganggu dan menimbulkan kerugian secara ekonomi. Mulai dari masalah kesehatan, pendidikan dan pariwisata yang saat ini sedang digalakkan.
"Kami sangat prihatin akan hal ini. Ini bukti Kementerian LHK gagal, kejadian ini hampir sama dengan kejadian tahun 2015 dan baru bisa padam setelah ada hujan," ujarnya.
Anggota Komisi V Syarif Abdullah Alkadrie juga menyesalkan lambatnya pemerintah dalam menangani karhutla hingga berdampak buruk bagi masyarakat.
"Saya melihat kurangnya ketegasan dari stakeholder dalam menangani Karhutla. Setiap memasuki musim kemarau selalu terjadi kebakaran, kami harap ada tindakan tegas dari yudikatif dan eksekutif. Pasalnya, banyak persolan karhutla yang bebas di pra peradilan. Kami minta ada ketegasan dan ada persepsi yang sama atas penegakan hukum di negeri ini," katanya.
Reporter: Syafril Amir