Sesmenpora: Pemerintah Belum Sanggup Gelar Audisi Seperti PB Djarum
RIAUMANDIRI.CO, Jakarta - Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto, sangat menyayangkan berhentinya audisi umum pencarian bakat bulutangkis yang digelar oleh PB Djarum. Menurutnya, Pemerintah merasa belum sanggup jika harus menggelar event serupa.
Seperti diketahui, pencarian bakat bulutangkis yang dilakukan oleh PB Djarum menjadi yang terbesar di Indonesia dalam menyaring talenta baru di dunia tepok bulu. Event ini sendiri sudah digelar sejak 2006 dan akan berakhir pada 2019.
Itu setelah audisi umum PB Djarum diklaim Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Lentera Anak sebagai ajang eksploitasi anak-anak demi kepentingan promosi merek dagang Djarum sebagai produsen rokok.
KPAI berlandaskan pada UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang penggunaan badan anak sebagai eksploitasi dan Peraturan Pemerintah nomor 109/2012 tentang rokok sebagai zat adiktif berbahaya.
Agar tak menimbulkan polemik berkepanjangan, akhirnya PB Djarum memilih untuk menghentikan kegiatan ini. Sontak saja, keputusan ini langsung menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Diungkapkan Gatot, tak seharusnya audisi umum PB Djarum sampai dihentikan. Sebab, pembinaan ini memerlukan dana yang besar. Dan Pemerintah masih belum sanggup mengembannya sendirian dan membutuhkan bantuan pihak swasta.
"Kalau audisi PB Djarum ini kan sifatnya masif, biaya besar. Jadi kalau disuruh gantikan apa yang dilakukan Djarum, anggarannya tidak cukup," ujar Gatot saat dihubungi wartawan, Senin 9 September 2019.
Maka itu, Gatot menegaskan jika Pemerintah dalam hal ini Kemenpora akan berada di belakang PB Djarum. Pihaknya memberikan dukungan penuh agar kegiatan ini tak terhenti di 2019.
"Jujur, pembinaan olahraga tak mungkin andalkan APBN, karena terbatas. Karena itu, kami selalu bermitra dengan dunia usaha," tambahnya.
Ditambahkan Gatot, Kemenpora selama ini sebenarnya memiliki wadah pembinaan atlet muda yang berada di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) yang tersebar di 34 provinsi Indonesia.
Tapi, PPLP masih dalam format umum dan tak terfokus pada satu cabor saja. Sebab, Pemerintah tak bisa fokus mengurus satu cabor saja. Masih ada cabang-cabang lain yang juga harus diperlakukan dengan adil.
"Bukan berarti PPLP tak maksimal. Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman dan Lalu Muhammad Zohri adalah hasil didikan PPLP. Namun, (dana yang dimiliki PPLP) itu pas-pasan, dan tak bisa apple-to-apple dengan pembinaan yang dilakukan PB Djarum," ucap Gatot.**