Yorrys: Airlangga Perlakukan Golkar Seperti Milik Pribadi
RIAUMANDIRI.CO, Jakarta - Senior Partai Golkar Yorrys Raweyai menegaskan bahwa mosi tidak percaya sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto itu sebenarnya predictable. Menurutnya, cepat atau lambat, perlawanan kepada Ketua Umum Golkar dan orang-orang kepercayaannya di DPP Golkar akan muncul.
"Sebagai respons atas gaya kepemimpinan Airlangga yang otoriter, diskriminatif, serta menjadikan Partai Golkar nyaris sebagai milik pribadi. Citra partai Golkar kini kembali tercoreng akibat situasi yang memanas di tubuh partai. Golkar kini dilihat sebagai partai yang selalu mengalami krisis internal setiap kali menyikapi musyawarah nasional (Munas) untuk memilih ketua umum baru," kata Yorrys di Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Yorrys melanjutkan, kalau Airlangga dan DPP Golkar tidak segera merespons aspirasi kader, krisis internal itu akan tereskalasi. Bahkan, kata dia, bukan tidak mungkin sejumlah dewan pimpinan daerah (DPD) Golkar dalam waktu dekat juga akan menunjukkan perlawanan serupa.
"Tindakan Airlangga yang main asal pecat sejumlah pengurus DPD akan memancing pula perlawanan dari daerah. Daerah pun menjadi tidak solid, karena terbelah untuk pro kubu sana-kubu sini," katanya.
Selain itu, kata dia, banyak pengurus partai, baik di DPP maupun DPD, marah karena Airlangga dan orang-orang kepercayaannya di DPP memperlakukan partai ibarat milik pribadi.
"Penentuan Alat Kelengkapan Daerah (AKD) diulur-ulur, dipersulit bahkan ada oknum yang tega memalak atau meminta sejumlah uang kepada pimpinan daerah agar penetapan dari DPP untuk posisi-posisi strategis seperti ketua DPRD atau wakil ketua DPRD bisa cepat keluar," katanya.
Yorrys menambahkan, begitu juga dengan tindakan Airlangga menggembok dan memperketat pengamanan kantor DPP yang berarti membatasi akses bagi semua kader. Menurutnya, DPP berperilaku diskriminatif karena membeda-bedakan kader yang boleh dan tidak boleh mendatangi kantor DPP.
"Perilaku DPP seperti itu terlihat konyol karena mengibaratkan Partai Golkar milik pribadi ketua umum dan segelintir kader. Maka, mosi tidak percaya kepada Ketua umum menjadi langkah paling relevan. Mosi tidak percaya itu harus dibaca sebagai faktor pendorong bagi perbaikan tata kelola partai," paparnya.**